Liputan6.com, Jakarta - Ekonom memperkirakan impor barang bakal melonjak memasuki bulan Ramadan ini. Beberapa kebutuhan untuk puasa dan hari raya Idul Fitri memang harus impor. Hal tersebut membuat surplus neraca perdagangan Indonesia mengecil jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Kepala Ekonom PT Maybank Indonesia Tbk Juniman memproyeksikan, neraca perdagangan Indonesia di Mei ini kembali mengecap surplus sebesar US$ 440 juta. Estimasi ini lebih rendah dibandingkan realisasi surplus pada bulan sebelumnya sebesar US$ 667,2 juta akibat kenaikan impor di bulan kelima 2016.
Baca Juga
“Kami perkirakan surplus neraca perdagangan Mei ini sebesar US$ 440 juta. Kinerja impor dan ekspor naik secara bulanan, tapi turun secara tahunan yakni melemah 8 persen untuk ekspor dan impor susut 3 persen (Yoy),” ujar Juniman, di Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Advertisement
Nilai ekspor di bulan kelima ini terkerek naik menjadi US$ 11,67 miliar dari realisasi bulan sebelumnya US$ 11,45 miliar. Sedangkan kinerja impor diperkirakan mencatatkan peningkatan dari US$ 10,78 miliar di April lalu menjadi US$ 11,23 miliar di Mei ini.
“Impor naik karena ada tingginya permintaan domestik untuk persiapan puasa dan Lebaran. Sementara kenaikan ekspor ditopang penguatan harga komoditas walaupun tidak terlalu banyak, seperti crude palm oil (CPO) dan beberapa harga bahan mineral maupun tambang,” tutur dia.
Berbeda, Ekonom DBS Bank Ltd, Gundy Cahyadi justru memperkirakan surplus neraca perdagangan di Mei 2016 lebih besar, senilai US$ 1 miliar.
Baca Juga
“Kinerja ekspor Mei ini terkontraksi 4 persen atau lebih rendah dari proyeksi kinerja impor yang melemah 4,1 persen di periode yang sama. Sehingga diperkirakan neraca perdagangan Mei surplus US$ 1 miliar,” kata Gundy.
Ditemui terpisah, Ekonom Raden Pardede menilai, kondisi perekonomian dunia masih sangat lemah. Dampaknya, permintaan ekspor di Indonesia maupun negara lain mengalami penurunan signifikan. Ditambah lagi dengan belum membaiknya harga-harga komoditas sehingga sangat sulit mengandalkan kinerja ekspor sebagai sumber pertumbuhan ekonomi di 2016.
“Ekonomi global lagi susah, permintaan ekspor dari sisi volume maupun nilai menurun. Bukan saja menimpa Indonesia, tapi negara lain di dunia. Jadi sudah pasti untuk neraca perdagangan selama setahun ke depan, agak sulit diharapkan,” terangnya.
Dia berpendapat, meski neraca dagang Indonesia mendulang surplus, itu lebih karena penurunan ekspor diiringi dengan pelemahan impor. Dengan kata lain, bukan lantaran kinerja ekspor yang membaik.
“Yang penting bukan surplus ekspor naik atau impor turun. Karena impor turun juga bisa berbahaya, apalagi impor barang modal. Itu tidak baik,” ucap Raden.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada April 2016 surplus US$ 667,2 juta. Ini terjadi karena kinerja ekspor yang lebih besar dibandingkan impor. Sementara secara akumulasi, total surplus neraca dagang Indonesia mencapai US$ 2,33 miliar pada Januari-April ini.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo, mengungkapkan, pada periode April 2016, realisasi nilai ekspor Indonesia sebesar US$ 11,45 miliar, lebih tinggi dibanding nilai impor yang sebesar US$ 10,78 miliar.
"Jadi ada surplus neraca perdagangan di bulan keempat ini sebesar US$ 667,2 juta. Pada April 2015, surplus neraca dagang lebih rendah, yakni US$ 478 juta, sedangkan terjadi defisit di bulan yang sama 2014 senilai US$ 1,9 miliar," kata dia.