Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian Saleh Husin menyatakan pemerintah masih terus melakukan kajian sebelum memutuskan untuk meratifikasi atau tidak Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control/FCTC.
Saleh mengungkapkan, dalam rapat terbatas yang digelar pada Selasa 14 Juni 2016 kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin mengkaji ‎dampak dari FCTC terhadap semua sisi, baik dari sisi kesehatan, industri dan keuangan dalam hal penerimaan negara dari cukai.
"Presiden menyampaikan dari sisi kesehatan, industri, keuangan. Semua sektor harus diperhitungkan," ujar dia di Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Dari sisi industri, lanjut Saleh, pihaknya mempertimbangkan keberatan pelaku usaha akan dampak FCTC terhadapi sektor industri hasil tembakau. Hal tersebut harus menjadi perhatian karena selama ini ‎industri ini mampu menyumbang penerimaan negara dan menyera tenaga kerja yang cukup besar.
Baca Juga
"Kita dari sisi tembakau, penerimaan kira-kira Rp 180 triliun, tenaga kerja 6 juta. Itu harus menjadi perhatian. Tidak hanya melihat satu sisi, sisi kesehatan tetapi juga sisi industri," kata dia.
Sementara ‎Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menyatakan, mendukung langkah Presiden Jokowi yang tidak terburu-buru untuk memutuskan keikutsertaan Indonesia dalam meratifikasi FCTC.
Dia menuturkan, pemerintah harus mencari solusi yang seimbang antara pelindungan kesehatan dengan kelangsungan petani dan industri tembakau.
"Kami berpandangan pemerintah telah mengambil langkah yang tepat dalam mengatur industri hasil tembakau nasional dengan penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012. Peraturan ini telah mempertimbangkan aspek perlindungan kesehatan masyarakat dan anak, serta tetap menjamin keberlangsungan industri tembakau nasional," ungkap dia.
Selain itu, Budi juga meminta pemerintah untuk belajar dari pengalaman negara-negara yang telah terlebih dahulu mengadopsi FCTC.
Advertisement
Negara-negara tersebut kini terkekang oleh aturan-aturan dalam FCTC yang merugikan industri dalam negerinya, seperti kebijakan kemasan polos bungkus rokok, pelarangan penggunaan cengkih pada rokok serta konversi lahan tembakau.
"Aturan-aturan tersebut akan menimbulkan gejolak di masyarakat serta mematikan industri hasil tembakau nasional dan jutaan orang yang bernaung di dalamnya," ujar dia. (Dny/Ahm)