Sukses

Menteri Yuddy: Banyak PNS Masih Manipulasi Absen

Tingkat produktivitas dan pengawasan PNS yang rendah menjadi salah satu pertimbangan pemerintah dalam merencanakan kebijakan rasionalisasi.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi agresif menggelar inspeksi mendadak (sidak) ke berbagai kantor pemerintah di sejumlah daerah di Indonesia.

Hasilnya, banyak terjadi manipulasi absensi yang didalangi para Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tidak diketahui atasannya. Inilah yang dinamakan ibarat makan gaji buta.

Dia menilai tingkat produktivitas dan pengawasan PNS yang rendah menjadi salah satu pertimbangan pemerintah dalam merencanakan kebijakan rasionalisasi atau pengurangan 1 juta PNS mulai 2017-2019. Hal ini bukan sekadar omong kosong, akan tetapi fakta yang ditemukan Yuddy di lapangan saat melaksanakan pengecekan random ke berbagai daerah.

“Misalnya sistem absensi, seluruh PNS masih pakai cara manual yang bisa merekap tandatangan selama satu minggu. Sama kayak waktu kuliah dulu, bisa nitip absen,” ucap Yuddy saat berbincang di Jakarta, seperti ditulis Kamis (16/6/2016).


Kalaupun ada instansi yang sudah menerapkan absensi menggunakan sidik jari (finger print), Yuddy melihat, mesin tersebut tidak terawat dengan baik. Alhasil, data absensi tidak terekam dan terkoneksi ke pusat data.

Atau sistem rekapitulasi masih manual sehingga si pejabat daerah, yakni Kepala Kepegawaian tidak mengetahui sama sekali PNS yang masuk atau tidak di hari tersebut.

“Ketika kami tanyakan ke Kepala Kepegawaiannya, mereka bilang tidak tahu PNS masuk atau tidak hari ini. Kalau tidak tahu, bagaimana cara memberikan tunjangan perbaikan penghasilan antara PNS yang produktif dan tidak produktif,” tegas Yuddy.

Temuan lainnya di kantor pemerintahan, seperti Kecamatan, dia bilang, dari jumlah PNS sebanyak 15 orang, yang masuk bekerja hanya 4 orang. Sementara atasan cuek dengan kondisi ini. Padahal pelayanan publik harus terus berjalan dan anggaran gaji pegawai terus digelontorkan untuk membayar PNS-PNS tidak produktif.

“Kami melakukan pengecekan random di kantor Kecamatan dan kantor pemerintahan lainnya. Kami menemukan banyak hal tidak produktif. Belanja pegawai 33,8 persen yang dialokasikan pemerintah belum menunjukkan sejauh mana produktivitas PNS. Jadi alasan ini juga yang melatarbelakangi rasionalisasi PNS dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, berhati-hati dan tidak semena-mena,” tambah dia.