Sukses

Banggar DPR Tolak Orang Kaya Nikmati Subsidi Listrik

Banggar DPR menolak pengajuan tambahan anggaran subsidi listrik Rp 18,30 triliun dalam revisi APBN 2016.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menolak pengajuan tambahan anggaran subsidi listrik senilai Rp 18,30 triliun dari Rp 38,38 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) induk 2016 menjadi Rp 56,68 triliun di revisi APBN 2016.

Dengan keputusan tersebut, subsidi listrik pelanggan rumah tangga 900 VA yang dikategorikan sebagai golongan mampu tetap dicabut tahun ini.

Pemimpin Banggar DPR RI, Said Abdullah, mengungkapkan pemerintah mengajukan kembali anggaran subsidi listrik, termasuk kekurangan bayar subsidi tahun-tahun sebelumnya dengan total Rp 56,68 triliun di RAPBN-P 2016. Hal itu dilakukan karena pencabutan subsidi listrik untuk golongan 900 VA gagal direalisasikan tahun ini.

Penundaan kebijakan tersebut atas arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingat data dan jumlah masyarakat miskin masih simpang siur.

"Namun Banggar DPR tidak sependapat. Seharusnya subsidi listrik dinikmati masyarakat yang berhak menerima, bukan yang punya kos-kosan banyak, tapi pasang meteran 450 VA supaya dapat subsidi atau orang yang pakai listrik 900 VA di dapur dan di depan rumah. Jadi kita sepakati subsidi listrik tetap Rp 38,38 triliun (kebutuhan tahun berjalan). Kalau ditambah kekurangan bayar, yang disepakati total subsidi listrik Rp 50,66 triliun," kata Said membacakan kesimpulan dalam Rapat Panja Penerimaan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/6/2016).

Sebelumnya, Komisi VII DPR dan pemerintah menyepakati penundaan mencabut subsidi listrik bagi pelanggan 900 VA sehingga membutuhkan tambahan anggaran untuk menutup kebijakan tersebut.

"Kami tahu Komisi VII sudah disetujui pelanggan 900 VA tetap disubsidi, tapi kenapa pemerintah bersedia hati untuk menjalankan keputusan itu. Pakai saja data tunggal dari BPS, supaya pasti. Kami ingin mengurangi perkiraan defisit anggaran 2,48 persen dari PDB, karena itu besar. Supaya APBN-P kita kredibel," ujar Said.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara sebelum keputusan menyebut, anggaran subsidi listrik berubah karena asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) turun dari US$ 50 per barel di APBN Induk menjadi US$ 40 per barel di RAPBN-P 2016. Sementara asumsi kurs Rp 13.500 per dolar AS.

"Kebutuhan subsidi listrik untuk tahun berjalan meningkat dari Rp 38,38 triliun menjadi Rp 56,68 triliun. Itu karena perpindahan subsidi dari pelanggan 900 VA belum sepenuhnya terlaksana. Ada juga kekurangan bayar pemerintah dari 2014 sebesar Rp 12,28 triliun, serta kekurangan bayar 2015 Rp 5,2 triliun, dan rencana carry over di tahun berikutnya Rp 15,2 triliun. Maka total subsidi listrik Rp 58,97 triliun," jelas dia.

Direktur Jenderal Kelistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jarman menegaskan, penundaan mencabut subsidi listrik untuk konsumen 900 VA merupakan instruksi dari Presiden Jokowi. Presiden, kata dia, meminta untuk mencocokkan data masyarakat miskin yang berhak menerima subsidi.

"Inilah yang menyebabkan tertunda karena arahan Presiden begitu sehingga timbul keterlambatan implementasi pencabutan subsidi untuk masyarakat mampu (900 VA)," ujar dia. (Fik/Ahm)