Sukses

Ini Kata Perusahaan Perunggasan Soal Apkir Induk Ayam

Perusahaan perunggasan mengungkapkan bahwa kebijakan apkir induk ayam yang masih produktif untuk mentaati kebijakan pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan perunggasan mengungkapkan bahwa kebijakan apkir induk ayam yang masih produktif untuk mentaati kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu, langkah apkir tersebut bukan merupakan tindakan kartel seperti yang dituduhkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Indonesia Hartono menyampaikan bahwa perusahaan pembibitan unggas yang menjadi terlapor, hanya merupakan korban dalam pelaksanaan kebijakan apkir dini induk ayam (parent stock/ PS) yang diperkarakan oleh KPPU.

Para perusahaan pembibitan unggas membantu peternak dengan menjalankan instruksi Pemerintah untuk mengapkir dini induk ayam PS yang masih berada dalam usia produktif.

“Saya harus jujur, dalam perkara apkir dini ini, perusahaan pembibit unggas termasuk Charoen Phokpand dan Japfa Comfeed berkorban demi menyelamatkan pelaku peternak mandiri,” ujarnya saat bersaksi di sidang pemeriksaan lanjutan dugaan kartel ayam pedaging di KPPU, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (16/6/2016). 

Hartono menaksir, kerugian yang ditangung oleh 12 perusahaan pembibitan yang menjadi terlapor mencapai Rp 600 miliar. Perhitungan tersebut dengan asumsi harga satu ekor parent stock yang masih produktif berkisar Rp 200 ribu dan jumlah PS yang sudah diapkir sebanyak 3 juta ekor.

Dalam persidangan Hartono mengakui, bahwa usulan apkir dini bermula dari tuntutan Pinsar agar pemerintah mengambil langkah nyata atas krisis yang dialami peternak. Sejak 2013, peternak menderita karena harga ayam hidup (live bird) jatuh di bawah harga pokok produksi (HPP).

Hartono yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum Pinsar Indonesia kemudian memimpin demonstrasi-demonstrasi peternak di Kementerian Pertanian, Kementerian perdagangan, dan Istana Negara yang berlangsung dalam kurun waktu 2013 sampai 2014.

Menurutnya, apkir dini yang dilakukan menguntungkan peternak karena harga live bird yang terpuruk mulai bergerak normal. Namun, setelah ada instruksi dari KPPU untuk menghentikan apkir dini, harga kembali jatuh di bulan Februari. “Setahu kami ada penghentian dari KPPU. Salah satu yang mendorong harga jatuh itu karena KPPU menghentikan apkir dini,” serunya.

Hartono juga menjelaskan bahwa jumlah PS yang diapkir sebanyak enam juta juga berawal dari usulan Pinsar. Bahkan, awalnya Pinsar mengusulkan jumlah yang diapkir sebanyak 10 juta PS.

“Tapi dengan asumsi satu parent stock nilainya Rp 200 ribu per ekor, jika dikalikan 10 juta PS berarti nilainya Rp 2 triliun. Siapa yang mau nanggung rugi sebesar itu? Akhirnya dicari angka yang rasional, itu pun setelah melalui perdebatan dan tarik ulur,” jelas Hartono.