Sukses

Tekor Terus, BPJSKes Minta Suntikan Dana Segar Rp 6,83 Triliun

Pengajuan dana segar senilai Rp 6,83 triliun tersebut untuk menjaga kecukupan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar Rp 6,83 triliun di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016 kepada Komisi XI DPR RI.  Suntikan modal ini untuk menambal defisit keuangan BPJS Kesehatan yang mencapai Rp 9,07 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, pengajuan ini untuk menjaga kecukupan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan karena ketidakseimbangan antara jumlah bayaran iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dengan biaya pelayanan kesehatan yang diberikan BPJS Kesehatan.

Selanjutnya, PMN BPJS Kesehatan ini akan diteruskan kepada DJS Kesehatan untuk menambah aset bersih yang diharapkan dapat digunakan untuk membiayai jaminan Kesehatan sehingga kesinambungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat terjaga.

“Jadi PMN BPJS Kesehatan di RAPBN-P 2016 sebesar Rp 6,83 triliun karena ada potensi risiko setiap tahun karena banyak kejadian di tahun lalu ada bolong besar (defisit), sehingga proses perbaikan juga tidak mudah. Kalau dari Kemenkeu maunya tidak ada suntikan modal lagi di tahun depan,” terang Bambang dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI di Jakarta, Senin (20/6/2016).

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengungkapkan latar belakang penambahan PMN, di mana pada posisi 31 Desember 2015, jumlah peserta program JKN mencapai 156,79 juta jiwa.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 14,96 juta jiwa atau 9,54 persen adalah mereka yang mendaftar sudah dalam kondisi sakit berat dan membutuhkan biaya tinggi sehingga langsung memanfaatkan pelayanan kesehatan.

“Pasien dengan gagal ginjal yang langsung membutuhkan cuci darah. Kondisi ini berdampak pada kesehatan keuangan DJS yang tercatat defisit Rp 5,76 triliun. Kumulasi defisit Rp 9,07 triliun,” dia menjelaskan.

Sesuai regulasi yang berlaku, pemerintah meninjau ulang atas besaran iuran dan mengalokasikan penambahan iuran di APBN 2016. Namun, kata Fahmi, perhitungan iuran itu belum sesuai dengan hasil aktuaria dari Dewan jaminan Sosial Nasional (DJSN) sehingga penambahan iuran belum mampu mengatasi permasalahan keuangan DJS yang diproyeksikan Rp 6,83 triliun pada tahun ini.

“Pekerja non formal kategori bukan fakir miskin masuk dalam data, mereka sudah lama menderita sakit dan tidak punya akses finansial kesehatan. Tidak masuk PBI, tapi bayar iuran yang sangat terjangkau Rp 25.500 kelas 3, kelas 2 Rp 42.000 dan kelas 1 Rp 59.000. Mereka pakai biaya sendiri, kemudian baru bergabung dan memanfaatkan BPJS Kesehatan,” pungkas Fahmi.(Fik/Nrm)