Sukses

Pelaku Pasar Mengambil Sikap Konservatif, Harga Minyak Tertekan

Harga minyak mentah Light Sweet untuk pengiriman Juli turun 52 persen atau 1,1 persen ke angka US$ 48,85 per barel.

Liputan6.com, New York - Harga minyak terjatuh pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Pelaku pasar sedang mengkaji berbagai sentimen yang mempengaruhi arah harga minyak.

Mengutip Wall Street Journal, Rabu (22/6/2016), harga minyak mentah jenis Light Sweet untuk pengiriman Juli turun 52 persen atau 1,1 persen ke angka US$ 48,85 per barel di New York Mercantile Exchange. Sedangkan untuk kontrak Agustus yang merupakan kontrak yang paling aktif diperdagangkan juga turun 11 sen atau 0,2 persen ke angka US$ 49,85 per barel.

Tak berbeda jauh, minyak Brent yang merupakan patokan harga minyak dunia juga tertekan dan turun 3 sen atau 0,1 persen ke angka US$ 50,62 per barel di ICE Futures Europe.

Dalam sembilan sesi perdagangan terakhir, harga minyak terus tertekan selama tujuh sesi. Penurunan harga minyak selama 7 sesi tersebut mencapai 2 persen.

Harga minyak sempat melambung dan sempat di atas US$ 50 per barel karena adanya penurunan produksi di beberapa negara produsen minyak terbesar. Produksi minyak dari Nigeria dan Kanada turun karena adanya gangguan.

Saat produksi minyak di kedua negara tersebut turun, harga minyak langsung melambung. Namun ternyata tak lama kemudian kembali tertekan.

Beberapa analis melihat bahwa penurunan produksi minyak di Nigeria dan Kanada tidak berdampak jauh kepada penurunan pasokan minyak dunia sehingga harga minyak pun kembali tertekan.

"Ada banyak ketidakpastian di sini," jelas Donald Morton, Senior Vice President, Herbert J Sims & Co. Ia melanjutkan, dalam beberapa pekan terakhir memang menjadi perdagangan yang sangat bervariasi dan fluktuatif. "Beberapa pelaku pasar memilih untuk bergerak konservatif," tambahnya.

Sentimen lain yang mempengaruhi harga minyak adalah langkah referendum yang akan diambil oleh warga Inggris untuk menentukan apakah akan tetap berada di Uni Eropa atau tidak.

Meskipun tidak terkait langsung, rencana referendum yang bakal digelar pada 23 Juni waktu setempat ini juga mempengaruhi harga minyak. Faktor ketidakpastian ekonomi menjadi penekan harga minyak.