Liputan6.com, Jakarta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan pembayaran tunjangan hari raya (THR) merupakan kewajiban seluruh perusahaan baik skala kecil maupun besar.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Haiyani Rumondang mengatakan, dalam Peraturan Menteri (Permen) Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan, kewajiban pembayaran THR ini harus dil‎aksanakan oleh perusahaan. Definisi perusahaan yaitu usaha bisnis yang telah memiliki badan hukum.
‎"Dalam Permen THR, pengertian perusahaan itu yang berbadan hukum baik yang menjalankan usaha sendiri maupun usaha orang lain, semua tanpa ada kecuali. Sepanjang masuk dalam definisi perusahaan, maka wajib," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Kamis (23/6/2016).
Advertisement
Namun untuk kegiatan usaha yang tidak berbadan hukum atau informal, lanjut Haiyani, pembayaran uang THR dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pekerja dengan pemberi kerja secara kekeluargaan. ‎Meski pun demikian, dia yakin di Indonesia THR sudah menjadi budaya sehingga tidak ada pemberi kerja yang tidak memberikan THR kepada pekerjanya.
‎"Kalau yang tidak berbadan hukum, tetapi karena budaya kita kan budaya yang memberikan THR," ‎kata dia.
Artinya pekerja informal seperti pembantu rumah tangga, tukang bakso, tukang kebun dan lain-lain, pemberian THR-mya sesuai kesepakatan si pemberi kerja.
Aturan Pemberian THR
Aturan Pemberian THR
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengungkapkan THR Keagamaan merupakan pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja dan buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan. Atau dapat ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan pengusaha dan pekerja yang dituangkan dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB).
"Pembayaran THR bagi pekerja dan buruh ini wajib diberikan sekali dalam setahun oleh perusahaan dan pembayaraannya sesuai dengan hari keagamaan masing-masing serta dibayarkan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan," kata dia.
Selain itu, Kemnaker juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan. Aturan ini diundangkan mulai 8 Maret 2016.
Aturan ini secara resmi menggantikan Permenaker Nomor PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan. Dengan adanya aturan ini, pekerja dengan masa kerja satu bulan berhak mendapatkan THR.
"Dalam peraturan baru, pekerja dengan masa kerja minimal satu bulan kini berhak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) yang besarannya dihitung secara proporsional sesuai dengan masa kerja," ungkap dia.
Hanif mengatakan sebelumnya dalam Permenaker 4/1994 dinyatakan pembagian THR diberikan kepada pekerja dengan masa kerja minimal tiga bulan. Namun berdasarkan Permenaker Nomor 6/2016, pekerja yang baru bekerja dengan masa kerja minimal satu bulan berhak mendapatkan THR.
Menurut peraturan yang lama, ketentuan besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan tersebut adalah bagi pekerja dan buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.
Selain itu, disebutkan pula setiap pekerja dan buruh yang telah mempunyai masa kerja tiga bulan secara terus-menerus atau lebih maka berhak mendapatkan THR secara proporsional.
"Dalam peraturan yang baru, pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja dan buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus atau lebih. Hal itu berlaku bagi pekerja yang memilki hubungan kerja, termasuk yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu, (PKWT)," ia menjelaskan.
Advertisement