Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah RI mengupayakan peningkatan akses pasar produk-produk pertanian Indonesia, khususnya buah tropis ke Selandia Baru dalam rangka menggenjot ekspor.Upaya ini dilakukan untuk mengurangi defisit neraca perdagangan Indonesia dengan Selandia Baru.
Direktur Perundingan Bilateral Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono mengungkapkan hal itu saat bertindak sebagai Ketua Delegasi RI pada pertemuan The 5th Senior Official’s Meeting on Trade and Investment Framework (SOMTIF) ke-5 di Wellington, Selandia Baru.
"Pertemuan ini merupakan upaya konkret kedua negara untuk menaikkan neraca perdagangan melalui peningkatan akses pasar produk-produk pertanian Indonesia, khususnya buah-buahan tropis," kata Djatmiko dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (24/6/2016).
Pertemuan ini, menurut dia, untuk memperluas kerja sama di berbagai bidang, seperti pertanian, energi, lingkungan hidup, pendidikan, pariwisata, perhubungan udara, keamanan pangan, serta pembukaan akses pasar untuk tenaga kerja Indonesia.
Baca Juga
Forum SOMTIF merupakan salah satu sarana meningkatkan hubungan ekonomi Indonesia dan Selandia Baru, khususnya di bidang perdagangan dan investasi, yang dilakukan secara berkelanjutan.
Pembukaan akses pasar produk pertanian ke Selandia Baru diharapkan dapat memenuhi target Pemerintah Indonesia dan Selandia Baru untuk mencapai nilai perdagangan Rp 40 triliun dari periode 2014 hingga 2024.
"Kedua negara sangat yakin bahwa target perdagangan senilai 4 miliar Dolar New Zealand atau setara Rp 40 triliun dalam jangka waktu 10 tahun dapat dicapai melalui pertemuan-pertemuan yang intensif, misi dagang, serta realisasi potensi kerja sama lain dalam upaya mendukung perdagangan dan investasi," ujar Djatmiko.
Pada SOMTIF ke-5 ini juga telah dilakukan pertemuan dengan beberapa pelaku bisnis Selandia Baru untuk saling bertukar pandangan dan pendapat mengenai perkembangan hubungan perdagangan dan investasi di kedua negara.
"Business Council sangat diperlukan para pelaku bisnis kedua negara sebagai wadah penyampaian hambatan perdagangan dan investasi, penampung aspirasi, pendapat, dan inisiatif dari para pelaku bisnis dalam upaya memberikan rekomendasi kepada pemerintah kedua negara sehingga dapat meningkatkan hubungan perdagangan dan investasi," lanjut Djatmiko.
Ketua Delegasi Selandia Baru Martin Harvey mengungkapkan, pelaku usaha Selandia Baru sangat mengapresiasi atas perubahan Daftar Negatif Investasi (DNI) yang lebih terbuka untuk penanaman modal.
"Diharapkan Perpres tentang DNI yang baru diterbitkan dapat membuat proses investasi lebih mudah dan memberikan kepastian perlindungan lebih terhadap investor," papar Martin.
Dalam pertemuan ini, kedua negara juga saling bertukar pandangan mengenai perkembangan berbagai perundingan bilateral, regional, maupun multilateral, seperti perundingan FTA dengan Uni Eropa, ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA), dan Trans Pacific Partnership (TPP).
SOMTIF digagas sejak 2005 pada kunjungan Presiden RI ke Selandia Baru dan ditindaklanjuti dengan kunjungan PM Selandia Baru ke Indonesia di 2007.
Pada 2007, Menteri Perdagangan kedua negara menandatangani suatu kerangka kerja untuk meningkatkan perdagangan dan investasi antarkedua negara. Pertemuan pertama dilaksanakan pada 14-15 Juli 2008 di Wellington dan dilaksanakan secara bergantian di kedua negara.
"Peningkatan kerja sama dengan negara-negara tradisional tengah didorong pemerintah dalam rangka menggenjot kinerja ekspor Indonesia ke dunia," ucap Djatmiko.
Dari data Kemendag, tren perdagangan Indonesia dengan Selandia Baru selama lima tahun terakhir (2011-2015) meningkat sebesar 0,97 persen. Total perdagangan kedua negara pada 2015 sebesar US$ 1,07 miliar.
Sementara itu, nilai ekspor Indonesia pada 2015 sebesar US$ 436,25 juta dolar, turun 9,38 persen bila dibandingkan 2014 yang sebesar US$ 481,42 juta.
Sedangkan impor Indonesia dari Selandia Baru pada 2015 sebesar US$ 637 juta, turun 23,81 persen bila dibandingkan realisasi 2014 yang sebesar US$ 836,04 juta.
Dengan demikian, Indonesia masih mengalami defisit neraca perdagangan sebesar US$ 200,76 juta , meski defisit neraca perdagangan Indonesia turun sebesar 43,39 persen dibandingkan 2014.
Lima besar komoditas ekspor Indonesia ke Selandia Baru pada 2015, yaitu oil cake (US$ 106,5 juta); coal, briquettes (US$ 21,5 juta); new pneumatic tyres (US$ 17,5 juta); wood, continuously shaped (US$ 17,2 juta); dan mineral or chemical fertilizers (US$ 15,8 juta).
Sedangkan lima besar komoditas impor Indonesia dari Selandia Baru 2015, yakni milk and cream (US$ 146,8 juta); butter and other fats (US$ 58,5 juta); preparations of a kind used in animal feeding (US$ 52,2 juta); cheese and curd (US$ 50,9 juta); dan meat of bovine animals frozen (US$ 41,2 juta). (Fik/Ahm)
  Â
Advertisement