Sukses

Wall Street Terburuk dalam 10 Bulan Imbas dari Brexit

Perdagangan di akhir pekan ini menjadi yang tersibuk secara volume untuk satu sesi dalam hampir lima tahun.

Liputan6.com, New York Indeks S&P 500 berbalik negatif (year to date) pada penutupan perdagangan di akhir pekan ini, setelah terjadi aksi jual terbesar dalam 10 bulan dipicu hasil keputusan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa (Britain Exit/Brexit).

Melansir laman Reuters, Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta), indeks Dow Jones industrial average turun 611,21 poin atau 3,39 persen menjadi 17.399,86. Sementara  S&P 500 kehilangan 76,02 poin atau 3,6 persen ke posisi 2.037,3, dan Nasdaq Composite turun 202,06 poin atau 4,12 persen menjadi 4.707,98.

Perdagangan di akhir pekan ini menjadi yang tersibuk secara volume untuk satu sesi dalam hampir lima tahun. Saham keuangan memimpin penurunan pada indeks S&P 500 sebesar 5,4 persen. Ini menjadi penurunan terbesar untuk sektor ini sejak November 2011.

Sementara secara total, indeks S & P 500 kehilangan semua keuntungan tahun ini dan mengalami penurunan terbesar sejak akhir Agustus tahun lalu.

Secara mingguan, penurunan indeks S&P 500 dan Dow yang mencapai 1,6 persen merupakan yang terbesar sejak Februari. Dan penurunan Nasdaq sebesar 1,9 persen sedikit lebih rendah dari minggu sebelumnya.

Di sisi lain, ekuitas berjangka mendekati posisi tertingginya dalam 11 bulan di awal sesi, karena pasar salah  memprediksi jika pilihan tetap bertahan di UE akan menang dalam referendum yang digelar Inggris kemarin. Namun hasil penelitian tentang aksi jual tajam menunjukkan sebaliknya, bahkan memicu pasar  terhenti di tempat untuk mengurangi volatilitas.

Adapun indeks CBOE Volatilitas berakhir naik 49 persen menjadi 25,76. Ini level tertinggi sejak 11 Februari, ketika ekuitas mencapai posisi terendah mereka tahun ini.

"Pasar benar-benar tidak sepenuhnya mencerna dampak kedua hal ini," kata Stephen Tupoksi, Kepala Investasi di Federated Investor New York.

Dia mengatakan, pihaknya menjaga klien tetap memilih saham dan menerapkan strategi defensif. "Itu sampai kita mencapai tingkat risiko yang lebih baik," tambah Tupoksi yang memprediksi indeks S&P 500 bida mendekati posisi 1.830.

Banyak pelaku pasar, penurunan berbasis luas sebagai kesempatan secara bertahap meningkatkan kepemilikan saham mereka.

"Apa yang saya lihat akan terjadi adalah Federal Reserve tidak akan menaikkan suku pada tahun 2016, " kata Doug Cote, Kepala Strategi Pasar Voya Investment Management di New York.

Pound sterling pun mencapai posisi terendah dalam 30 tahun, ke posisi US$ 1,32, level terendah sejak 1985, sebelum memantul kembali ke posisi US$ 1,3678.

Penurunan tersebut terjadi karena kekhawatiran jika keputusan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa bisa merugikan secara investasi dan mendorong ketidakpastian politik dan ekonomi selama berbulan-bulan.