Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa (Britain Exit/Brexit) dinilai akan memicu munculnya pengangguran baru di negara tersebut. ‎
‎Pengamat Ekonomi Lana Soelistianingsih mengatakan, saat ini tingkat pengangguran di Inggris terbilang masih di bawah batas wajar, yaitu sebesar 5 persen. Sementara tingkat pengangguran di Uni Eropa secara keseluruhan mencapai 10 persen.
"Pengangguran di Inggris cuma 5 persen. Ini wajar untuk negara seperti Inggris, Amerika Serikat. Sedangkan Uni Eropa punya pengangguran sebesar 10 persen," ujar dia di Jakarta, Sabtu (25/6/2016).
Namun demikian, tingkat pengangguran tersebut berpotensi bertambah besar. Hal ini mengingat selama ini London, ibu kota Inggris merupakan pusat finansial bagi negara-negara Eropa lain. Di kota tersebut banyak kantor pusat dari berbagai perusahaan multinasional bermarkas.
"London selama ini jadi pusat finansial Eropa, bahkan dunia. Sebagai headquarter dari banyak perusahaan multinasional dunia. Dan mereka memilih tinggal di sana karena lifestyle-nya, karena nyaman berada di sana untuk berjualan ke seluruh Eropa," kata dia.
Namun akibat keluarnya ‎Inggris dari Uni Eropa, perusahaan-perusahaan multinasional tersebut mau tidak mau mendirikan kantor lagi di luar Inggris. Hal ini karena pelayanan yang diberikan kantor pusat di Inggris tidak bisa lagi menjangkau ke seluruh Eropa.
"Beberapa teman yang berasal dari multinasional yang selama ini di London, sekarang sedang berpikir untuk bangun headquarter di negara lain di Eropa. Implikasinya akan ada pemangkasan pegawai di Inggris, karena hanya melayani Inggris saja. Undang-Undangnya sekarang orang Inggris tidak bisa lagi ke Uni Eropa.‎ Dan di negara lain ada penyerapan tenaga kerja baru karena perpindahan kantor. Sementara di Inggris ada pemangkasan karena mengecilnya coverage itu," tandas dia.‎
Dia menambahkan, Brexit juga akan membawa kerugian bagi Negeri Ratu Elizabeth itu. Itu karena selama ini ekspor Inggris ke negara-negara di Eropa cukup besar.
Sebenarnya selama ini Inggris menikmati keuntungan saat bergabung dengan Uni Eropa. Salah satunya dalam hal perdagangan dengan negara Eropa lain.
‎"Inggris sebenarnya banyak diuntungkan saat bergabung dengan Uni Eropa. Kita melihat ekspor Inggris ke Uni Eropa 63 persen. Sementara impornya dari Uni Eropa hanya 36 persen-40 persen. Dengan begini justru Inggris diuntungkan," tambah Lana.
Selain dari sisi perdagangan, selama ini Inggris juga menikmati keuntungan dari sektor pariwisata. Sebagian besar turis yang datang ke Inggris berasal dari negara Uni Eropa.
Menurut Lana, dampaknya tidak hanya sampai di situ. Dengan penurunan jumlah turis, maka akan memukul usaha kecil dan menengah (UKM) di Inggris yang selama ini memproduksi barang-barang kerajinan dan cenderamata bagi turis.