Sukses

Analis Prediksi Pound Masih Tertekan Akibat Brexit

Sejumlah analis dan bank memperkirakan mata uang Inggris pound masih tertekan lantaran pasar belum siap dengan Brexit.

Liputan6.com, Jakarta - Pelaku pasar di pasar keuangan bersiap hadapi pergolakan seiring mata uang Inggris pound sterling dan mata uang China yuan jatuh ke level terendah dalam hampir enam tahun terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Sentimen Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa (UE) atau disebut Brexit dalam referendum pada Kamis 23 Juni 2016 masih membayangi laju mata uang di awal pekan ini.

Pound diperdagangkan di kisaran US$ 1.3359 pada pukul 09.18 waktu Hong Kong. Di perdagangan Asia, level terendah pound sekitar US$ 1.3350.

Pada Jumat pekan lalu, pound diperdagangkan di kisaran US$ 1.3224. Level pound itu terendah sejak 1985. Pasar terkejut dengan keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa. Hasil suara referendum menunjukkan kalau sekitar 51,9 persen masyarakat Inggris memlih keluar dari Uni Eropa.

"Tidak ada stabilitas politik terlihat selama akhir pekan. Memang ketidakpastian terbukti apalagi ada pembicaraan Skotlandia akan melakukan referendum. Sisi lain pejabat Eropa lebih tertarik untuk melihat Inggris cepat keluar sehingga membatasi gangguan pada zona Euro," ujar Anthony Darvall, Analis SpreadBettor EasyMarkets seperti dikutip dari laman CNBC Senin (27/6/2016).

Sementara itu, Direktur BK Asset Management Kathy Lien menuturkan kalau pound dapat berpotensi kembali turun pada pekan ini. Pound dapat turun ke level US$ 1.32. Ia menuturkan, Inggris perlu kembali mendefinisikan hubungan dengan Uni Eropa (UE). "Namun pemimpin kampanye menolak untuk bertindak cepat. Padahal semakin lama mereka menunggu, semakin buruk untuk pound sterling," ujar Kathy.

Dalam riset lainnya pun menyebutkan kalau mata uang Inggris tersebut dapat kembali merosot. Bank Singapura DPS memperingatkan kalau terlalu cepat bila menyimpulkan yang terburuk sudah lewat.

"Skenario yang terburuk adalah untuk pound jatuh 10-20 persen. Mata uang pound bisa jatuh ke level US$ 1.15-US$ 1.25," tulis Analis DBS.

Analis valuta asing CIBC Patrick Bennett mengatakan, pasar tidak siap untuk Brexit. Karena itu, tekanan terhadap pound masih berlangsung ke depannya. Ia meramal, pound dapat sentuh level terendah US$ 1.15.

Tak hanya pound tertekan, mata uang China yuan juga alami penurunan. Nomura menyatakan, kalau Brexit akan memacu depresiasi yuan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). "Ketidakpastian meningkatn dipicu oleh Brexit akan membangkitkan sentimen risiko bagi investor, dan menyebabkan arus keluar modal dari China dan negara berkembang lainnya," tulis Nomura. (Ahm/Ndw)

 

Ingin tahu apa dampak brexit dan tax amnesty ke pasar modal Indonesia? Yuk simak video berikut: