Sukses

Ingin Dapat Pengampunan Pajak? Ini Caranya

Pemerintah dan Komisi XI DPR sepakat draft RUU Tax Amnesty, dan kemudian disahkan di paripurna besok.

Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang (RUU) pengampunan pajak atau tax amnesty sebentar lagi resmi menjadi Undang-undang (UU).

Pemerintah dan Komisi XI DPR telah menyepakati draft RUU Tax Amnesty untuk kemudian disahkan di paripurna yang digelar besok.

"‎Setelah melihat semua pandangan mini fraksi di forum pengambilan tingkat 1, dari 10 fraksi seluruhnya tetap setuju untuk dilanjutkan pembicaraan tingkat 2," kata Ketua Komisi XI  Ahmadi Noor Supit saat rapat kerja dengan pemerintah, di Komisi XI DPR RI Jakarta, Senin (27/6/2016).

Ketua Panja Tax Amnesty Soepriyatno‎ mengatakan, dalam draft RUU ini disebutkan harta yang berada di dalam atau luar negeri dan yang dialihkan ke dalam negeri (repatriasi) diinvestasikan di Indonesia paling singkat tiga tahun.

Adapun tarif tebusannya yakni dua persen untuk periode penyampaian surat pernyataan pada bulan pertama sampai akhir bulan ke tiga (tiga bulan) sejak disahkan undang-undang.

"2 persen untuk periode penyampaian surat pernyataan sampai bulan pertama sampai akhir bulan ke tiga," kata dia.

Kemudian 3 persen untuk periode di bulan keempat sejak berlakunya UU sampai 31 Desember 2016. Lalu 5 persen untuk periode 1 Januari 2017-31 Maret 2017.

Sementara, untuk tarif tebusan deklarasi atau tidak mengalihkan hartanya ke Indonesia yakni 4 persen untuk periode penyampaian surat bulan pertama sampai ke tiga sejak undang-undang berlaku. 6 persen sejak bulan ke empat sampai 31 Desember 2016. ‎Kemudian, sebanyak 10 persen jika menyampaikan surat pada 1 Januari sampai 31 Maret 2017.

RUU Tax Amnesty ini juga mengatur tebusan untuk UMKM dengan nilai usaha mencapai Rp 4,8 miliar. Adapun besarannya yakni 0,5 persen jika nilai harta yang diungkapkan sampai dengan Rp 10 miliar. Lalu, sebanyak 2 persen jika nilai hartanya melampaui Rp 10 miliar.

"Untuk periode penyampaian surat pernyataan bulan pertama saat sejak undang-undang berlaku sampai‎ 31 Maret 2017," ujar dia.

Terkait sidang di DPR, Fraksi Demokrat dan PKS menginginkan agar pembayaran uang tebusan hanya untuk menghapus sanksi denda administrasi dan pidana perpajakan saja. Adapun utang pokok Wajib Pajak (WP) tetap harus dibayar oleh WP yang mengajukan tax amnesty.

Sementara fraksi-fraksi lain menyetujui bahwa utang tebusan pada prinsipnya merupakan pengganti dari utang pokok pajak, sanksi administrasi dan pidana pajak.

Usulan Faksi Partai Demokrat dan PKS soal pengampunan pajak ini dinilai tidak masuk akal. Bahkan apabila usulan mereka diterapkan, maka minat Wajib pajak untuk berpartisipasi dalam kebijakan tax amnesty bakal berkurang drastis sehingga akhirnya kebijakan ini berpotensi tidak laku atau tidak optimal.

Padahal, tax amnesty sangat diperlukan untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan penerimaan pajak Indonesia di masa depan. Dengan penerimaan pajak yang lebih besar, pemerintah bisa leluasa membangun infrastruktur dan kesejahteraan sosial masyarakat.

"Itu (usulan fraksi) jelas tidak masuk akal dan tidak mungkin dijalankan," kata Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo.

Pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia (UI) Danny Darussalam mengatakan, dengan usulan seperti itu, bisa dikatakan fraksi Demokrat dan PKS tidak mendukung kebijakan tax amnesty.

Darussalam menjelaskan konsep kebijakan tax amnesty adalah menghapuskan pokok pajak, sanksi administrasi, sanksi pidana pajak dengan membayar uang tebusan. "Jika WP masih dikenakan sanksi, maka itu bukan kebijakan pengampunan pajak namanya,” dia menuturkan.

Menurut dia, perdebatan seberapa besar tarif tebusan dan objek pengampunan pajak jangan sampai berdampak tax amnesty menjadi tidak laku atau gagal.(Amd/Ahm)

**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.

 

Ingin tahu bagaimana dampak tax amnesty dan brexit ke pasar modal Indonesia? Simak video berikut ini: