Liputan6.com, New York - Harga minyak naik pada penutupan perdagangan Selasa (rabu pagi waktu Jakarta). Pendorong kenaikan harga minyak karena adanya ancaman mogok kerja oleh serikat pekerja minyak dan gas (migas) Norwegia.
Mengutip Wall Street Journal, Rabu (29/6/2016), harga minyak mentah AS untuk pengiriman Agustus naik US$ 1,52 atau 3,3 persen ke angka US$ 47,85 per barel di New York Mercantile Exchange. Sedangkan harga minyak Brent yang merupakan patokan harga dunia naik US$ 1,42 atau 3 persen ke angka US$ 48,58 per barel di ICE Futures Europe.
Harga minyak telah menguat terus-menerus pada kuartal pertama tahun ini karena adanya penurunan produksi di beberapa bagian dunia dan terus meningkatnya permintaan. Di tahun lalu, harga minyak tertekan cukup dalam karena banjir pasokan.
Advertisement
Meskipun terus menguat, harga minyak sulit untuk bisa menembus di atas angka US$ 50 per barel. Dalam catatan, hanya beberapa kali saja harga minyak bisa berada di atas angka tersebut. Volatilitas harga minyak cukup tinggi karena sentimen yang mempengaruhi juga beragam.
Baca Juga
Sentimen terbaru yang mempengaruhi pergerakan harga minyak adalah rencana mogok yang dilakukan oleh 7.500 pekerja migas di Norwegia pada Sabtu nanti. Para pekerja menuntut adanya penyesuaian pendapatan sebelum tanggal 1 Juli.
Dengan adanya mogok kerja tersebut tentu saja akan membatasi jumlah atau kapasitas produksi di negara tersebut. Norwegia merupakan salah satu produsen utama migas di Eropa.
Menurut Badan Energi Internasional, Norwegia mampu memproduksi 1,96 juta barel per hari pada Mei kemarin. Angka tersebut 2,1 persen dari produksi minyak dunia.
Kenaikan harga minyak juga terjadi setelah beberapa hari sebelumnya telah tertekan karena aksi jual dari investor sebagai akibat dari reaksi keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Referendum Inggris memicu kekhawatiran akan perlambatan pertumbuhan ekonomi di Eropa sehingga juga akan mempengaruhi kebutuhan dan kemudian berimbas kepada harga minyak.
"Namun kami melihat dampak langsung dari Brexit di pasar energi global akan cukup terbatas," jelas analis Eurasia Group dalam catatannya kepada nasabah. "Pendorong harga masih akan sama yaitu mengenai pasokan dan konsumsi," lanjut catatan tersebut.
Selain sentimen dari Norwegia dan Brexit, gerak harga minyak juga terpengaruh dari data persediaan di AS yang akan dikeluarkan oleh U.S. Energy Information Administration pada Rabu ini.
Pelaku pasar berharap pasokan minyak mentah di AS turun 2 juta barel dalam sepekan. Stok minyak AS memang telah mengalami penurunan dalam beberapa pekan terakhir setelah mencapai level tertinggi dalam 80 tahun terakhir pada April lalu.
Â
**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.
Â