Liputan6.com, Jakarta - DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang merupakan fasilitas pengampunan pajak bagi para wajib pajak.
Meski belum resmi berlaku, namun Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Singapura dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mulai mensosialisasikan kebijakan baru tersebut kepada para nasabah dan para debitor langsung di pusat transaksi bisnis dunia, yaitu Singapura.
Sosialisasi tersebut berlangsung pada Rabu 29 Juni 2016 kemarin. Hadir pada kesempatan tersebut, Duta Besar Indonesia untuk Singapura Ngurah Swajaya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko-Kementerian Keuangan RI Robert Pakpahan, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo, serta Direktur Tresuri & Internasional BNI Panji Irawan.
Advertisement
Baca Juga
Pada kesempatan tersebut, BNI sebagai perbankan menempatkan diri menjadi bagian dari kampanye tax amnesty, antara lain dengan menjadi tempat untuk konsultasi para nasabah dan debitor dalam memanfaatkan secara maksimal fasilitas yang memiliki limitasi waktu tersebut.
Panji Irawan mengungkapkan, fasilitas tax amnesty merupakan penawaran yang sangat sayang untuk dilewatkan para wajib pajak, karena pemerintah memberikan berbagai paket keringanan bagi wajib pajak yang berniat mendeklarasikan penghasilan kena pajaknya secara terbuka (voluntary declaration) atau membayar pajak yang belum terbayarkan.
Kesediaan wajib pajak untuk mendeklarasikan pajak atau membayar pajak akan membantu pemerintah dalam membangun pusat data perpajakan yang jauh lebih akurat serta menghimpun penerimaan pajak yang akan digunakan untuk membiayai pembangunan melalui APBN, terutama pembiayaan infrastruktur.
“Pemerintah telah menegaskan, tidak akan ada lagi tax amnesty setelah ini. Selain itu, tax amnesty juga perlu difahami tidak berlaku hanya untuk wajib pajak korporasi besar. Fasilitas ini juga berlaku pelaku usaha mikro kecil dan menengah serta bagi wajib pajak individu. Program Tax Amnesty ini akan memberikan keuntungan bagi para wajib pajak yang akan membawa asetnya ke dalam negeri, berupa insentif yang sangat menarik, yang tergantung pada periode pelaporannya,” ujar Panji.
Panji menuturkan, BNI siap memaksimalkan pelayanan untuk membantu para wajib pajak menyalurkan dana repatriasi pada berbagai instrumen keuangan yang disiapkan perbankan, sebagai salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi jika ingin mendapatkan fasilitas tax amnesty.
UU Tax Amnesty Sesuai Konstitusi
Di sisi lain, kalangan akademisi menilai UU Pengampunan Pajak yang telah disahkan DPR RI sesuai konstitusi UUD 1945. Pasal yang jadi acuan adalah pasal 5, pasal 20, dan pasal 23A UUD 1945.
Direktur Center of Indonesia Taxation and Analysis (CITA) Yustinus Prastowo dan Pengamat Perpajakan Universitas Indonesia Danny Darussalam.
Menurut Yustinus, setiap UU yang dibuat dan disahkan oleh DPR RI harus memiliki landasan dan acuan dalam UUD 1945. "Adapun landasan hukumnya adalah pasal 5, pasal 20, dan pasal 23A UUD 1945," jelas dia.
Kebijakan tax amnesty dinilai tidak diskriminatif dan memberi rasa keadilan. Pasalnya, UU Pengampunan Pajak berlaku bagi semua wajib pajak dan seluruh warga negara Indonesia, mulai dari pengusaha besar hingga pengusaha kecil UMKM. Bahkan, pengusaha UMKM diberi tarif tebusan 0,5 persen agar tidak memberatkan mereka.
"Kenapa yang ikut tax amnesty harus diidentikkan dengan kejahatan ekonomi trans-nasional, sedangkan yang boleh ikut tax amnesty adalah semua wajib pajak (WP), termasuk pengusaha kecil UMKM," katanya.
Kebijakan tax amnesty, kata Yustinus, merupakan jalan keluar dari kemandekan ekonomi Indonesia yang terhambat oleh rendahnya penerimaan pajak. Kebijakan tax amnesty juga untuk memperbaiki sistem perpajakan Indonesia yang selama ini dirasa kurang efektif.
"Di RUU ini bahkan UMKM diberi tarif khusus jauh lebih rendah," ujar Yustinus.
Senada, Pengamat Pajak dari Universitas Indonesia Danny Darussalam mengatakan, RUU Tax Amnesty sesuai konstitusi. “RUU Tax Amnesty sangat-sangat konstitusional dan tidak ada yang dilanggar dari konstitusi kita,” ujar dia.
Menurut Darusalam, acuan yang dipakai sebagai landasan pemberian pengampunan pajak dalam UUD 1945 pasal 23A. “Untuk landasan hukum, kita bisa merujuk pada pasal 23A UUD 45, yang membahas soal tax amnesty,” jelas dia.
Dengan begitu, menurutnya, “Kita bisa melihat bahwa gagasan tax amnesty sangatlah konstitusional dan berlandaskan UUD 45. Bahkan tax amnesty adalah starting point, sebagai awal reformasi pajak ke depan dan dan menjadi babak baru era pajak kontemporer,” tandasnya.
Dia menambahkan, dengan adanya tax amnesty bisa membangkitkan perekonomian suatu negara.
Advertisement