Sukses

Pengusaha: Pungut Cukai Kemasan Plastik, Negara Bakal Lebih Rugi

Negara berpotensi kehilangan penerimaan pajak jauh lebih besar dibanding dengan asumsi pendapatan di sektor cukai.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemerintah mengenakan tarif cukai produk dan kemasan plastik ditengarai akan merugikan negara hingga Rp 528 miliar dalam kurun waktu setahun.

Negara berpotensi kehilangan penerimaan pajak jauh lebih besar dibanding dengan asumsi pendapatan di sektor cukai yang diprediksi hanya mencapai Rp 1,9 triliun.

Estimasi kerugian negara tersebut merupakan hasil studi dari Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik (FLAIPP) bekerjasama dengan peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.

Forum ini menggelar simulasi perhitungan untuk mengukur dampak ekonomi terhadap pengenaan cukai bungkus plastik.

Perwakilan FLAIPP Rachmat Hidayat mengungkapkan, penelitian ini memperkirakan biaya dan keuntungan bagi pemerintah dalam mengenakan cukai kemasan plastik, khususnya produk minuman.

Penelitian tersebut kemudian menjelaskan dampak kenaikan harga produk akibat cukai bungkus plastik, penurunan permintaan, penurunan penjualan industri. Hasilnya akan terjadi penurunan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan, serta mempengaruhi perubahan penerimaan pemerintah.

“Pungutan cukai bungkus plastik justru kontra produktif, karena tidak menyelesaikan masalah isu sampah plastik dan menghambat pertumbuhan industri. Pemerintah juga akan dirugikan Rp 528 miliar dari kebijakan ini, di luar biaya pungutan cukai yang harus dikeluarkan pemerintah”, tegas dia dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (15/7/2016).

Asumsi itu, diakui Rachmat, diperoleh dari perhitungan estimasi pungutan tarif cukai terhadap gelas plastik sebesar Rp 50 dan botol plastik sebesar Rp 200 per buah akan menurunkan permintaan minuman dalam kemasan sebesar Rp 10,2 triliun per tahun. Negara akan mengantongi penerimaan sebesar Rp 1,91 triliun per tahun dari pendapatan cukai baru.

“Tapi di sisi lain, negara akan kehilangan penerimaan hingga Rp 2,44 triliun, akibat turunnya penerimaan dari PPN dan PPh Badan. Karena kenaikan harga yang akan ditanggung konsumen dapat menurunkan penjualan perusahaan (produsen, distributor, grosir atau retailer),” jelasnya.

Sebagai pelaku industri, Rachmat mengatakan, prinsip dasar kebijakan cukai bukan sebagai instrumen penerimaan negara. “Kebijakan ini justru bertentangan dengan kebijakan deregulasi untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan memajukan iklim investasi,” ucap dia.

Sementara itu, Peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI Eugenia Mardanugraha, menambahkan, bahwa pengenaan cukai akan mengerek harga di tingkat konsumen. “Sama halnya dengan pajak, cukai akan menurunkan daya beli masyarakat,” terang Eugenia.