Sukses

Ekonomi Kuat, Warga Asia Tak Perlu Khawatir dengan Brexit

Dalam jangka pendek, dampak Brexit akan terasa dalam pasar uang dan pasar modal.

Liputan6.com, Jakarta - Rakyat Inggris Raya akhirnya memutuskan untuk berpisah dari Uni Eropa (Brexit) dalam referendum yang digelar pada 23 Juni lalu. Sebanyak 51,9 persen penduduk memilih keluar, dan sebanyak 48,1 persen memutuskan untuk tetap bergabung.

Inggris Raya merupakan negara dengan tingkat perekonomian terbesar di Uni Eropa. Tak pelak, keputusan untuk berpisah langsung direspons negatif pasar. 

Pasca keputusan referendum, mata uang poundsterling sempat anjlok 12,5 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Standard & Poor’s pun akhirnya menurunkan peringkat utang Inggris dari level tertingginya, AAA ke AA.

"Kami rasa skenario terburuk dari keputusan ini, nilai pound sterling akan turun 10 persen-20 persen. Ditambah lagi dengan ketidakpastian akibat pengunduran diri Perdana Menteri David Cameron," ujar Ekonom DBS Group Research Philip Wee dalam risetnya “Brexit First Impact” dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (15/7/2016).

Chief Economist DBS Group Research David Carbon menambahkan, keputusan untuk keluar dari Uni Eropa merupakan kemunduran besar bagi Inggris Raya. Mereka seperti sedang menembak kakinya sendiri dalam menghadapi era perdagangan bebas dan globalisasi yang membuka sekat-sekat perbatasan negaranya.

Bagi kelompok muda, perdagangan bebas merupakan peluang untuk memperoleh pekerjaan serta pendapatan yang melampaui orang-orang tua mereka. Itu sebabnya, anak-anak muda Inggris lebih memilih untuk tetap bergabung dengan Uni Eropa, lantaran dengan perdagangan, baik barang dan jasa yang semakin terbuka, mereka bebas bekerja di mana saja.

Namun bagi generasi tua yang kurang memiliki kemampuan, sambung Carbon, era perdagangan bebas dapat membatasi ruang mereka untuk memperoleh pekerjaan. Mereka kalah bersaing dengan pencari kerja yang lebih muda dan familiar dengan teknologi anyar sehingga solusinya perlu pelatihan.

"Efek domino Brexit bisa menjadi inspirasi bagi negara Uni Eropa lain seperti Belanda, Austria, Swedia, dan Prancis untuk menggelar referendum serupa," jelasnya.

Imbas Brexit bagi Asia

Dalam jangka pendek, dampak Brexit akan terasa dalam pasar uang dan pasar modal. Ini terlihat dari bursa saham Asia melakukan aksi jual pada saat hasil referendum diumumkan. Namun Carbon mengatakan, dari perspektif ekonomi dampak ini tidak terlalu mengkhawatirkan terutama bagi Asia.

"Walaupun pertumbuhan Asia melambat, Asia masih akan tumbuh sekitar US$ 1 triliun setiap tahun. Ini setara dengan tingkat produk domestik bruto (PDB) Jerman setiap 3,2 tahun. Lima tahun mendatang, Asia akan membentuk Jerman baru setiap 2,8 tahun. Jadi jangan khawatir soal Brexit jika Anda tinggal di Asia," kata Carbon.