Liputan6.com, Jakarta - ‎Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengumumkan 14 rumah sakit yang terindikasi memberikan vaksin palsu pada pasien. Namun hal ini dinilai belum cukup memberikan rasa aman bagi pasien yang menjadi korban vaksin palsu.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI‎) Tulus Abadi menyatakan, sebagai regulator, Kementerian Kesehatan harus bisa memaksa rumah sakit untuk membuka data dan nama pasien yang menjadi korban vaksin palsu di masing-masing rumah sakit. Selanjutnya, pasien-pasien tersebut diberikan vaksinasi ulang.
"Ini pihak manajemen rumah sakit tidak terbuka sejak tahun berapa saja pihak rumah sakit tersebut memberikan vaksin palsu pada pasien," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (16/7/2016).
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, lanjut Tulus, pihak rumah sakit juga harus memberikan jaminan secara tertulis untuk menanggung semua dampak kesehatan kepada pasien korban vaksin palsu. Ganti rugi tersebut bisa secara materiil maupun immateriil.
"Jika pasien belum puas dengan jaminan yang diberikan pihak rumah sakit, pasien korban bisa melakukan gugatan pada rumah sakit bahkan pada pemerintah, baik secara individual dan atau class action (gugatan kelompok)," kata dia.
Vaksin palsu ini hanya satu titik masalah dari fenomena pemalsuan produk-produk farmasi (obat palsu) di Indonesia yang sebenarnya masih sangat marak. Oleh karena itu, masalah vaksin palsu harus menjadi titik pijak untuk membongkar adanya fenomena obat palsu di Indonesia.
"Penguatan kelembagaan dan institusi untuk melakukan hal ini, termasuk dalam pengawasan reguler harus dilakukan. Kembalikan peran Badan POM yang selama ini justru diamputasi Kementerian Kesehatan. Sementara Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan tidak melakukan pengawasan yang optimal di sisi hilir," tandas dia.