Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) membuka keran impor jeroan sapi dari luar ‎negeri. Jeroan sapi ini mulai membanjiri pasar tradisional, salah satunya di Pasar Senen, Jakarta Pusat yang hanya ditemui jeroan berupa bibir sapi (lips) dengan harga cukup mahal Rp 60 ribu-Rp 65 ribu per Kilogram (Kg).
Dari pantauan Liputan6.com di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Senin pagi (18/7/2016), di beberapa lapak penjual daging, ada yang menjajakan setumpuk jeroan bibir sapi. Jeroan bibir sapi itu masih berada dalam kardus yang dibungkus dengan plastik. Jeroan ini pun masih dalam keadaan dingin karena baru didatangkan dari pengimpor di kawasan Pulo Gadung.
Baca Juga
Pedagang daging di Pasar Senen, Udin (35) mengungkapkan, jeroan bibir sapi ini impor dari Australia. Biasanya jeroan bibir sapi dimanfaatkan sebagai bahan baku hidangan soto dan gulai di rumah makan maupun restoran besar.
Advertisement
"Jeroannya cuma kepala, khususnya bagian bibir saja yang ada di sini. Asalnya dari Australia, baru semalam dikirim dari ‎Pulo Gadung sebanyak 2 kardus," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Baca Juga
Pria asal Pandeglang, Jawa Barat ini mengatakan, jeroan bibir sapi impor ini dijual seharga Rp 60 ribu sampai Rp 65 ribu per Kg kepada konsumen. Harga ini lebih mahal Rp 5 ribu per Kg dibandingkan jeroan serupa dari sapi lokal.
"Sebelum Lebaran jeroan bibir sapi sudah masuk sampai sekarang. Karena yang beli cukup banyak dari pelanggan bisa 10 Kg. Kalau pengecer paling 5 Kg. Pelanggannya dari Jakarta saja," terang Udin.
Untuk kaki sapi, Udin menjualnya dengan harga paling murah Rp 110 ribu-Rp 140 ribu paling mahal tergantung ukuran dan berat. Kaki sapi digunakan untuk hidangan sop, tunjang, dan gulai.
Dalam kesempatan yang sama, Gerry (34) mengatakan, paling banyak jeroan sapi yang diimpor bibir sapi karena permintaan cukup tinggi. Ia menuturkan, Indonesia kekurangan stok jeroan sapi, seperti usus, hati, jantung, ginjal, dan jeroan lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Sapi hidup yang lokal saja sedikit pasokannya, bagaimana dengan jeroannya. Maka dari itu, butuh sekali jeroan supaya masyarakat punya pilihan apakah mau beli daging sapi, atau jeroannya," tutur dia.
Gerry mengatakan, pemerintah tidak perlu menahan impor jeroan sapi hanya demi gengsi atau menurunkan martabat Indonesia sebagai negara besar. Kebutuhan Indonesia berbeda dengan di luar negeri.
"Kalau di luar negeri tidak ada coto makassar, ‎aneka soto lainnya, warung padang, dan makanan lain yang mengandalkan bahan baku jeroan sapi atau kerbau. Jadi kalau kita semua suka jeroan, tidak ada alasan menahan impor," ujar dia. (Fik/Ahm)