Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah saat ini menunjuk 18 bank sebagai bank persepsi penampung dana repatriasi hasil program pengampunan pajak (tax amnesty).
Hanya saja beberapa di antaranya adalah bank asing yang justru dikhawatirkan uang repatriasi kembali ke luar negeri, bahkan menyedot dana lebih banyak dibanding perbankan lokal.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan mengungkapkan, bank-bank asing yang sudah memenuhi syarat menjadi bank persepsi penampung dana tax amnesty merupakan kelompok usaha atau BUKU III maupun BUKU IV.
Bank asing tersebut merupakan bank yang sudah konversi sebagai bank domestik (incorporated) atau cabang bank asing di Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
"Itu bank asing yang masuk penampung dana tax amnesty adalah cabang maupun yang sudah berbadan hukum di Indonesa. Sehingga sudah harus mengikuti aturan di sini, diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," kata dia saat ditemui di kantor pusat DJP, Jakarta, seperti ditulis Selasa (19/7/2016).
Di samping itu, sambung Robert, pemerintah membuka kesempatan kepada bank asing karena estimasi besarnya dana repatriasi yang ditaksir mencapai Rp 1.000 triliun.
Dengan begitu, pemerintah perlu menyiapkan banyak bank sehingga dapat mewadahi banjir uang tersebut dan menyalurkannya ke ragam portofolio investasi di pasar keuangan maupun sektor riil.
"Kalau asumsinya dana repatriasi banyak, kita perlu banyak bank juga. Kalau sedikit, susah. Tapi belum tentu juga, dana itu ditarik besar-besaran oleh bank asing karena bank nasional kita sangat mampu mengelolanya serta kantor cabang di luar negeri dapat menjadi pintu masuk (gateway) dari WNI yang mau melakukan repatriasi aset," ujar dia.
Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Robert menuturkan dapat melacak, bahkan melakukan audit atas keberadaan uang repatriasi tax amnesty, baik dari segi kepatuhannya maupun pengawasan terhadap kepastian dana tersebut tinggal di Indonesia selama kurun waktu tiga tahun, seperti jangka waktu investasi yang tertuang dalam UU Tax Amnesty.
"Walaupun ditunjuk, kita bisa melacak ini uang stay di Indonesia atau tidak. Kita mampu melacak di kustodian atau di Rekening Dana Nasabah. Jika ketahuan, bisa dihukum, dicabut izinnya tidak boleh beroperasi di Indonesia. Mereka pasti tidak mau, jadi ikut aturan main kita, bisa audit sistem dan trashback investasinya kapanpun," tutur dia.
Robert mengaku, bank-bank asing telah membuka privat bank (bank swasta) di banyak negara. Privat bank di banyak negara, lanjutnya, dijadikan tempat orang Indonesia menyimpan harta di luar negeri karena alasan kenyamanan.
"Biasanya orang menyimpan harta dari luar negeri, taruhnya di privat bank sehingga membuat mereka lebih nyaman. Karena kita ditugaskan untuk memberikan pelayanan ke WP," kata Robert. (Fik/Ahm)