Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) kesal dengan rencana pemerintah mengenakan cukai pada kemasan plastik di tahun ini.
Pengusaha menuding pemerintah hanya mengejar setoran penerimaan tanpa peduli dengan nasib pengusaha, termasuk indusri makanan dan minuman (mamin).
Ketua Umum APINDO, Hariyadi Sukamdani mengeluhkan kebijakan pemerintah yang kontraproduktif di tengah perlambatan kondisi ekonomi global maupun nasional. Salah satunya pungutan cukai bungkus plastik yang akan dibahas bersama DPR RI pada Selasa pekan depan.
Lanjutnya, isu cukai plastik dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang membuat usulan Peraturan Pemerintah (PP), produsen harus tanggungjawab limbah plastik sampai ke tingkat konsumen.
"Ini peraturan gila suruh tanggungjawab sampai ke konsumen. Dikeluarkan entah karena kebodohan atau kurang kerjaan, mengganggu kinerja bukan untuk meningkatkan daya saing," kata dia saat Diskusi Mid Year Review 2016, di kantor CORE Indonesia Jakarta, Rabu (20/7/2016).
Baca Juga
Hariyadi justru menuding, kebijakan cukai plastik bukan untuk mengendalikan penggunaan, melainkan lebih kepada penerimaan negara. Seperti diketahui pungutan cukai plastik akan berkontribusi Rp 1 triliun ke kas negara.
"Ide liar ini muncul karena permintaan pajak turun, jadi yang dilahirkan dari cukai ini adalah pungutan, bukan mengendalikan. Niat itu cuma lebih kepada bungkus saja, tapi kepada ingin mendapatkan penerimaan," ujar dia.
Oleh karena itu, Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) itu menegaskan, APINDO menantang pemerintah untuk adu argumentasi yang lebih intensif dengan pihak pemerintah, terutama Kementerian Keuangan terkait cukai plastik. Â
"Kita sedang mengejar argumentasi pemerintah pengenaan cukai plastik itu apa, karena mayoritas bungkus plastik sudah bisa didaur ulang, kecuali kresek. Jadi mau debat apapun kita berani," ujar Hariyadi. Â
Â
Ia menuturkan, pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan yang mendukung dunia usaha ketika ekonomi sedang sulit seperti sekarang ini, bukan yang malah menghambat pertumbuhan industri. Sebagai gambaran, dia bilang, industri makanan minuman (mamin) yang patokan daya beli masyarakat, mengalami pertumbuhan stagnan di awal tahun lalu.
Kemudian meningkat di Maret 2016, tapi geraknya melambat. Bahkan di Lebaran tahun ini saja, sambung Hariyadi, pertumbuhan industri mamin hanya naik sedikit, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Jangan keluarkan kebijakan yang menimbulkan distorsi. Hal ini bertentangan dengan semangat Presiden," pungkas Hariyadi. (Fik/Ahm)
Advertisement