Sukses

Wapres: Tax Amnesty Kemurahan Pemerintah buat Pengemplang Pajak

Kebijakan tax amnesty hanya terjadi dalam kurun waktu puluhan tahun, dan terakhir kali dijalankan pada 1985.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (Wapres JK) menyebut Program Pengampunan Pajak (tax amnesty) merupakan kemurahan atau kemewahan yang diberikan pemerintah kepada Warga Negara Indonesia (WNI). Kebijakan ini hanya terjadi dalam kurun waktu puluhan tahun, dan terakhir kali dijalankan pada 1985.

Dia mengakui, manusia penuh dengan kesalahan dan dosa baik yang disengaja maupun tidak sengaja. Ada berbagai cara penebusan dosa yang bisa dilakukan manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan negara.  

"Manusia bukan malaikat, kalau salah dengan manusia minta maaf, bayar utang jika punya utang. Kalau dosa dengan Tuhan, minta ampun dan tidak melakukan kesalahan lagi," ujar JK saat memberi sambutan di acara Sosialisasi Amnesti Pajak Apindo di Gedung Dhanapala Kemenkeu, Jakarta, Kamis (21/7/2016).  

Sementara untuk menebus dosa atau kesalahan manusia atau rakyat kepada negaranya, kata JK, hanya ada dua sanksi, yaitu masuk penjara, denda atau keduanya. Begitulah alur liku kehidupan yang harus dijalani manusia.

Dia menjelaskan, pengampunan massal atau berjemaah ini adalah sebuah kemewahan atau kemurahan dari pemerintah atau negara kepada rakyatnya.

"Kenapa mewah atau kemurahan negara, karena tax amnesty tidak setiap tahun terjadi. Terakhir 31 tahun lalu dan jangan harap ada lagi di 2017," dia menegaskan.

Menurut JK, kebijakan ini adalah bentuk kecintaan negara terhadap rakyatnya. Pengampunan terakhir diberikan negara pada waktu perdamaian di Aceh untuk ribuan orang yang seharusnya dipenjara tapi dibebaskan dengan syarat menyerahkan senjatanya.

"Kalau kita tidak cinta, (pengemplang pajak) kenakan saja sanksi atau dipenjara. Karena setiap transaksi ada balasannya. Jadi mari negara dan rakyat untuk berdamai," ujar JK.