Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami penguatan dalam beberapa pekan terakhir, Penguatan rupiah terutama dorongan dari sentimen pengesahan Undang-undang (UU) Tax Amnesty. Nilai tukar mata uang Garuda ini bergerak di kisaran 13.100 per dolar AS.
Penguatan tersebut, diakui Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani masih aman untuk ekspor Indonesia meskipun sedikit menguras keuntungan para eksportir. Sebab penguatan rupiah berdampak pada kenaikan harga barang di pasar ekspor sehingga melemahkan daya saing produk nasional.
"(Penguatan rupiah) masih aman. Biasalah kalau eksportir ngomel-ngomel kan mereka ingin untung besar. Tapi nanti kan terjadi koreksi harga bahan baku impor, sehingga ada keseimbangan baru," katanya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Senin (25/7/2016).
Advertisement
Lebih jauh Hariyadi meyakini, kinerja ekspor Indonesia tidak akan terganggu dengan tren penguatan rupiah yang diperkirakan dapat menembus di bawah level 13.000 per dolar AS akibat banjir dana repatriasi dari tax amnesty.
"Kemungkinan memang menguat kalau ada repatriasi dana dari tax amnesty. Tapi tidak masalah buat ekspor kita. Lagian pendapatan ekspor kan dalam dolar, jadi natural hedging-nya jalan," terang Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) itu.
Baca Juga
Ia justru mengkhawatirkan jika kurs rupiah mengalami pelemahan terlalu dalam, seperti yang pernah terjadi hingga menembus level Rp 14.000-Rp 15.000 per dolar AS. Bukan saja dunia usaha yang terdampak, tapi juga mengancam fiskal Indonesia.
"Kalau rupiah melemah sampai Rp 15.000 per dolar AS, semua repot karena banyak eksportir lokal. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga bisa terancam kalau rupiah terdepresiasi," papar Hariyadi.
Hariyadi mengaku, pengusaha tidak mematok nilai ideal rupiah untuk ekspor maupun impor. "Prinsipnya sih ikut pasar masih oke, yang penting tidak terlalu lemah kurs, bisa repot. Lagian kan tidak mungkin juga rupiah menguat sampai di bawah Rp 10.000 per dolar AS," jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo merevisi asumsi kurs rupiah pada RAPBN 2017 dari 13.600-13.900 per dolar AS menjadi 13.300-13.600 per dolar AS. Proyeksi anyar tersebut telah mempertimbangkan program pengampunan pajak yang akan mendorong pada penguatan kurs rupiah.
"Kurs dua bulan lalu masih Rp 13.600-Rp 13.900 per dolar AS karena belum memasukkan skenario tax amnesty. Tapi kalau ada repatriasi dana besar dari tax amnesty, maka kurs rupiah tahun depan bisa di kisaran 13.300-13.600 per dolar AS," ujar dia.
Agus menuturkan, repatriasi dana dari tax amnesty akan mendorong suplai valuta asing (valas) di dalam negeri semakin banyak sejalan dengan membaiknya prospek ekonomi dunia maupun domestik yang lebih baik di tahun depan.
"Sedangkan untuk sepanjang 2016, kurs rupiah dari perkiraan Rp 13.500-Rp 13.800 per dolar AS, akan bergerak di level Rp 13.300 per dolar AS," ucap dia.
Data BI menunjukkan, terjadi arus dana asing yang masuk ke Indonesia mencapai Rp 108 triliun sepanjang periode Januari-Juli 2016. Jumlah ini naik hampir dua kali lipat dari realisasi di periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 55 triliun karena respons positif dari pelaku pasar terhadap kebijakan pengampunan pajak
"Dengan perkembangan Undang-undang tax amnesty disahkan, respons masyarakat positif. Hingga minggu lalu, ada dana masuk dari luar ke Surat Berharga Negara (SBN) dan pasar modal mencapai Rp 108 triliun," kata dia.
Ia menuturkan, pencapaian dana asing yang masuk ke Indonesia sepanjang hampir tujuh bulan ini lebih tinggi dibandingkan realisasi pada setahun sebelumnya yang hanya masuk Rp 55 triliun. Kondisi tersebut mendorong penguatan terhadap nilai tukar rupiah dengan rata-rata Rp 13.095 per dolar Amerika Serikat (AS) per 13 Juli 2016.
Agus menambahkan, penguatan rupiah harus berada dalam nilai fundamentalnya. BI akan terus menjaga pergerakan kurs rupiah supaya tidak terlalu melemah, tapi juga tidak terlampau menguat sehingga dapat mengganggu ekspor.
"Kalau ada capital inflow, suplai valas makin besar, rupiah menguat. Tapi BI akan menjaga sesuai nilai fundamentalnya. Jika melemah dijaga sesuai fundamentalnya, begitu pula kalau menguat, kita tidak ingin terlalu kuat," ujar Agus.