Sukses

Konsumsi Kantong Plastik Turun hingga 4 Juta Lembar

Penurunan penggunaan kantong plastik ini paling besar terjadi di Kota Banjarmasin.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengklaim sejak pemberlakuan uji coba kantong plastik berbayar di ritel modern, penggunaan kantong plastik mengalami penurunan hingga mencapai 80 persen.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK Tuti Hendrawati Mintarsih mengatakan,‎ penurunan penggunaan kantong plastik ini paling besar terjadi di Kota Banjarmasin.

"Penurunan penggunaan kantong plastiknya cukup bagus, berkisar antara 20 persen-80 persen. Yang 20 persen di Kendari dan 80 persen paling besar itu di Banjarmasin," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (25/7/2016).

Tuti menjelaskan, jika di rata-rata, pada masing-masing peritel, penurunanya sekitar 50 persen. Menurut dia, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) juga melaporkan total kantong plastik yang dikeluarkan oleh peritel juga turun drastis, dari biasanya 8 juta lembar menjadi 4 juta lembar per tiga bulan.

"Rata-rata satu peritel turun sampai 50 persen. Aprindo juga lapor biasanya kelarkan kantong plastik 8 juta lembar, ini turun jadi jadi 4 juta lembar. Jadi semua menurun," kata dia.

Sebelumnya, Ketua Umum Aprindo ‎Roy Mandey menilai kebijakan kantong plastik berbayar pada toko ritel modern telah berjalan dengan baik. Sejak di ujicoba pertama pada 21 Februari 2016, 80 persen konsumen ritel modern sudah mengurangi pemakaian kantong plastik dan membawa kantong belanja sendiri.

"Jadi sudah ‎terbukti 80 persen masyarakat itu sebenarnya menerima. Mereka sudah sadar untuk mengurangi penggunaan kantong plastik," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta.‎

Namun Roy menyatakan, saat ini kebijakan kantong plastik berbayar tidak jelas arahnya. Sejak masa uji coba pertama berakhir pada 31 Mei 2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan surat edaran (SE) kedua pada 8 Juni 2016 terkait kelanjutan kebijakan ini.

Isinya, mekanisme kebijakan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah (pemda) masing-masing. Menurut ‎Roy, dengan mekanisme seperti ini, maka tidak ada ketentuan yang seragam yang diberlakukan pada ritel modern di seluruh Indonesia. Akibatnya, kebijakan ini malah membuat peritel dan konsumen bingung.

‎"SE ini melepas harga (kantong plastik belanja) pada Pemda. Jadi ada yang minta Rp 1.500, Rp 2.000, Rp 5.000. Padahal ini berbeda dengan semangat dari SE pertama di mana kita sudah sepakat dengan KLHK, YLKI dan lain-lain bahwa harganya sama, itu sebesar Rp 200, dan kantong plastik itu dijual sebagai barang dagangan," kata dia.