Sukses

Pengusaha Minta ESDM dan PLN Duduk Bersama Selesaikan Konflik

Kementerian ESDM dan PLN harus solid dan harmonis dalam menjalankan program 35 ribu Mw yang sudah dicanangkan Presiden Joko Widodo.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Produsen Listrik Swasta (APLSI) berharap pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) segera mengakhiri kegaduhan di ranah publik. Produsen berharap keduanya duduk semeja, menyatukan persepsi dan paradigma tentang proyek 35 ribu Megawatt (Mw).

“Kita berharap baik pemerintah yang diwakili Kementerian Energi Sumber Daya Mineral dan Direksi PLN untuk menahan diri dan tidak saling serang di ranah publik. Sebaiknya, kedua pihak yang masih satu entitas segera duduk bersama, satukan persepsi, dan paradigma tentang program fast track ini,” ujar Sekretaris Jenderal APLSI Priamanaya Djan dalam keterangannya di Jakarta, Senin (25/7/2016).

Pria mengatakan, baik Kementerian ESDM maupun PLN sejatinya merupakan satu entitas yang secara struktural segaris dalam  ketatanegaraan. Sebab itu, keduanya harus solid dan harmonis dalam menjalankan program 35 ribu Mw yang sudah dicanangkan Presiden Joko Widodo. Terlebih lagi, setelah dikaji Presiden, perkembangan dari 35 ribu MW ini tidak memuaskan beberapa waktu lalu.

“Jadi, kementerian sebagai regulator dan PLN sebagai pelaksana harus kompak dan harmoni. Persepsi tentang proyek ini ke depan ini harus diselaraskan keduanya. Jangan ada multitafsir diantara keduanya, sehingga pendekatan-pendekatan dalam mengeksekusi program tersebut tidak menimbulkan kekisruhan atau kegaduhan lagi,” ujar Priamanaya.

Ketua Harian APLSI Arthur Simatupang berharap agar kedua pihak menciptakan ketenangan dalam mengejar terlaksananya program ini. ”Banyak kendala dan persoalan dalam pengerjaan proyek ini. Tapi semua stakeholders harus tenang. Kedua pihak harus meningkatkan komunikasi yang baik secara internal agar tidak menimbulkan kebingungan dan kegaduhan di kalangan produsen dan pasar,” ujar Arthur.

Proyek Listrik 35 Ribu Mw

Perihal proyek listrik 35 ribu Mw, PLN kembali mengubah jadwal submit dokumen tender proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTGU) Jawa I dari  25 Juli mundur menjadi 25 Agustus 2016. Ini menjadi perubahan kedua setelah sebelumnya submit dokumen untuk proyek 2x800 Mw ini ditetapkan di awal pada 10 Mei 2016.

Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa khawatir perpanjangan ini membuat tata waktu target pencapaian proyek listrik pemerintah sebesar 35 ribu Mw menjadi terganggu.

Jadwal yang mundur bisa berdampak bagi publik karena kepastian pasokan listrik menjadi terhambat. Sebab itu langkah ini dinilai kurang tepat dan menimbulkan ketidakpastian.  Ketidakpastian tersebut bagi para peserta tender, terutama IPP, bakal berpengaruh karena harus mengubah banyak hal.

"Perusahaan yang ikut pasti sudah mengeluarkan sekian ratus ribu dolar dalam proses penyiapan tender. Ini kan hal sederhana, kalau di tengah jalan berubah jadi menimbulkan banyak pertanyaan di publik," jelas Fabby.

Karena itu, PLN penting untuk segera menyudahi kelonggaran-kelongaran dalam mewujudkan pembangkit listrik swasta berbahan bakar gas terbesar ini.

Kementerian ESDM pun diminta mengawasi PLN agar proses proyek listrik di lapangan bisa berjalan sesuai rencana, tidak berubah-ubah terus. Semakin molor maka target-target dipastikan tidak akan tercapai.

Fabby mengusulkan, di awal, sebelum proyek berjalan, PLN sudah membuat pedomannya.

"Sebenarnya sudah ada tugas pokok dan fungsi tim percepatan listrik. Tugas tim ini memastikan agar implementasi sudah berjalan, kalau ada hambatan diselesaikan. Sementara ESDM bisa intervensi melalui Peraturan Menteri, SK Dirjen," tegasnya.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai sikap PLN yang berubah-ubah ini sangat berbahaya karena bisa mengakibatkan target program listrik Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak tercapai.

Perubahan jadwal tender bisa memunculkan keraguan investor, baik yang akan masuk maupun yang telah terlibat. Lebih penting lagi, PLN tidak bertindak hanya dalam perspektif korporasi semata tetapi juga sebagai kepanjangan tangan pemerintah.

"Pemerintah harus memberikan penugasan ekstra ke PLN, belum lagi jika diserahkan murni ke PLN, dari ukuran korporasi, PLN tidak akan mampu," tegasnya.(Nrm/Ahm)