Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ‎2015 soal penetapan harga solar yang menguntungkan badan usaha sebesar Rp 3,19 triliun. Akan tetapi, penetapan harga solar itu membebani masyarakat.
Temuan BPK tersebut terdapat pada perbedaan harga jual solar eceran yang lebih tinggi dari harga dasar termasuk pajak dikurangi subsidi tetap.
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, pihaknya telah melakukan tindak lanjut temuan tersebut. Pada saat itu memang terdapat selisih lebih dari penetapan harga solar tetapi di sisi lain terdapat selisih kurang dari penetapan harga premium yang dipatok lebih rendah dari harga pasar.
"Pada saat 2015, untuk penjualan solar memang ada selisih lebih," kata Sudirman, dalam rapat kerja Kom‎isi VII DPR dengan Kementerian ESDM, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (26/7/2016).
Sudirman mengatakan, selisih kelebihan penetapan harga solar tersebut kemudian diusulkan untuk menutupi selisih kurang harga premium.
Menindak lanjuti hal tersebut, Sudirman pun telah menyampaikan surat ke BPK Nomor 3987/85/MEM. M/2016 pada 12 Mei 2016 untuk melakukan audit harga pembelian dan volume BBM jenis premium.
Perbedaan selisih kemungkinan bisa terjadi karena pemerintah telah menetapkan waktu peninjauan harga jual eceran BBM setiap tiga bulan dengan mempertimbangkan stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat. (Pew/Ahm)
Menteri ESDM Sudirman Minta BPK Audit Harga Beli Premium
Permintaan audit tersebut sebagai tindak lanjut dari hasil penemuan BPK soal penetapan harga solar yang untungkan badan usaha.
Advertisement