Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution memiliki kenangan manis dengan persahabatannya bersama DR Sjahrir selama puluhan tahun. Kenangan itu ia bagikan dalam acara Seminar Pikiran Ekonomi Politik DR Sjahrir Relevansinya Sekarang dan Masa Datang.
Seminar tersebut digelar sebagai peringatan Mengenang Sewindu DR Sjahrir (2008-2016). Dalam kesempatan ini, Darmin rekan sejawat Sjahrir membagikan kisah mereka saat mengecap pendidikan di kampus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI).
"Saya ingin bercerita bagaimana saya mengenal Sjahrir. Waktu itu kami kuliah di FEUI 1970-an. Ada satu mata pelajaran yang sangat menarik sehingga merangsang perdebatan antara kami. Saat itu Sjahrir asisten dosen Profesor Sarbini Sumawinata," kata Darmin di Gedung Hall BEI, Jakarta, Kamis (28/7/2016).
Advertisement
‎Lebih jauh sambungnya, mata pelajaran yang mengundang perdebatan itu adalah strategi dan taktik pembangunan. Ketika tahun 1970-an, Indonesia, diakui Darmin, merupakan negara yang belum lama melalui pemerintahan Orde Baru (Orba) yang menjalankan satu strategi industrialisasi yakni substitusi impor untuk melindungi industri nasional.
"Tapi sayangnya konsistensi perlindungan ini tidak ada. Menguntungkan orang banyak atau industri yang kecenderungannya makin memberikan simbiosis antara pengusaha, birokrasi, dan pemerintahan. Karena Sjahrir menganggap kita tidak bisa menjalankan strategi tanpa efisiensi," jelas dia.
Menurut Darmin, mengandalkan orientasi ekspor pun, sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia harus bersaing dengan negara lain. ‎Kunci berdaya saing tentu harus efisien. "Tidak bisa ditolerir kongkalikong birokrasi dan pengusaha," tegas Darmin.
Dia mengaku, atas segala pemikirannya, Sjahrir bukan hanya sekadar dosen tapi juga seorang aktivis. Ekonom ini terbiasa melahirkan sebuah grup diskusi untuk menelaah, memperdalam semua kebijakan dasar yang dikeluarkan pemerintah. ‎"Jadi pemikiran pentingnya adalah pertumbuhan ekonomi sangat penting, tapi harus ad pemerataan, peranan pemerintah yang jelas, dan efisiensi," tegasnya.
Menariknya lagi, Darmin bilang, ketika melanjutkan pendidikannya ke Harvard, Sjahrir tidak mengubah pondasi pemikirannya. Sjahrir, lanjutnya, tidak tergoda mengutak atik metodologi ekonomi karena dia sangat konsisten dengan pemikirannya.
"Sjahrir tidak bisa kendor, tidak pernah lelah dalam mengkomunikasikaan pemikirannya dengan orang lain, sahabat-sahabatnya secara reguler. Saya termasuk orang yang sering dikunjunginya walaupun sering bertengkar. Sikap Sjahrir ini membuat jangkauan analisisnya semakin luas bukan saja di sektor perbankan, tapi juga pasar modal, malahan bikin partai politik," terang Darmin.
Yang paling membekas diingatan Darmin saat terlibat pembicaraan dengan Sjahrir, pemilik perusahaan sekuritas tersebut menganggap dirinya bak legenda Asferus dari Yunani. Sebuah legenda yang mengisahkan kutukan untuk mendorong batu dari bawah sampai ke puncak. "Tapi sampai puncak batu jatuh lagi, tapi bangkit lagi. Begitulah Sjahrir, terus merasa ingin maju walaupun hasilnya tidak memuaskan," pungkas Darmin.