Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha listrik yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Listrik Swasta (APLSI) menyesalkan langkah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang memasukkan Mobile Power Plant (MPP) Jeranjang berkapasitas 25 MW ke dalam proyek 35 ribu Megawatt (MW).
Produsen beranggapan, MPP tidak layak masuk dalam proyek tersebut. Alasannya, pembangkit tersebut tidak permanen atau hanya solusi jangka pendek mengatasi kekurangan pasokan listrik di suatu wilayah.
“Kita sesalkan sebab MPP ini kan mobile. Nanti bisa dicabut dan dipindah ke tempat lain. Tidak permanen untuk memasok listrik di suatu wilayah. Ini solusi jangka pendek atau temporary power,” ujar Ketua Harian Arthur Simatupang dalam keterangannya di Jakarta, Senin (1/8/2016).
Dia mengatakan, MPP tidak layak masuk ke dalam mega proyek 35.000 MW karena MPP diberbagai tempat hanya merupakan solusi jangka pendek.
Baca Juga
Sebab itu, produsen berharap PLN memfokuskan diri membantu pembangkit listrik swasta (independent power producer/IPP) yang tengah menghadapi banyak kesulitan dalam memulai dan menyelesaikan berbagai proyek pembangkit.
“Sebenarnya PLN tidak usah terlalu repot-repot memikul beban ini sendirian. Dia cukup berkonsentrasi membangun jaringan distribusi dan melakukan asistensi ke IPP-nya, yang memang menghadapi banyak kendala di lapangan mulai dari pengadaan lahan, perizinan dan sebagainya,” pungkas Arthur.
PLN diketahui mengoperasikan satu unit mesin Mobile Power Plant (MPP) berkapasitas 25 MW di Desa Taman Ayu, Kabupaten Lombok Barat.
MPP Jeranjang kapasitas 2x25 MW. Pembangkit ini merupakan pembangkit kedua dari program 35.000 MW yang telah berhasil beroperasi.
“Presiden selalu mengingatkan bahwa tiap tahun butuh tambahan listrik 7.000 MW untuk mengisi pertumbuhan ekonomi sekitar 6 persen, sehingga sampai 2019 nanti diharapkan mencapai 35.000 MW. Faktanya, hingga awal Agustus 2016 progresnya baru 1 persen bahkan baru 1 proyek yang selesai sejak diluncurkan dua tahun lalu,” pungkas Arthur.