Sukses

Soal Pajak, Sri Mulyani Janji Tak Akan Menakut-nakuti Pengusaha

Sri Mulyani mengatakan, inilah kesempatan bagi Indonesia membangun pasar keuangan lebih dalam.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 yang dipatok sekitar Rp 1.320 triliun merupakan beban berat bagi aparat pajak. Ditambah lagi dengan target penerimaan dari tax amnesty sebesar Rp 165 triliun.

Sri Mulyani saat menghadiri Sosialisasi Tax Amnesty oleh APINDO, mengatakan, pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana perpajakan dianggap instrumen oleh aparat pajak. Tujuannya, kata dia, untuk menegakkan kepatuhan.

"Tapi di sisi lain semua pemeriksaan disetop jika WP ikut tax amnesty. Bagi aparat pajak sebenarnya berat karena mereka suruh menyetor penerimaan pajak yang ditargetkan Rp 1.320 triliun, bukan cuma Rp 165 triliun," ujar dia di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Senin (1/8/2016).

Namun Sri Mulyani memastikan bahwa program pengampunan pajak merupakan cara tepat bagi Kemenkeu, khususnya Ditjen Pajak, untuk mengumpulkan setoran penerimaan pajak tanpa melalui tindakan intimidasi, kekerasan atau menakut-nakuti pengusaha.

"Ini (tax amnesty) cara yang baik bagi Ditjen Pajak bisa menjalankan fungsi untuk mengumpulkan penerimaan pajak tanpa melalui intimidasi, kekerasan, menakut-nakuti dunia bisnis. Inilah janji kami. Dan kalau sudah ada Pak Jokowi pasti jaminan cespleng," kata Sri Mulyani.

Dia mengatakan, inilah kesempatan bagi Indonesia membangun pasar keuangan lebih dalam. Tanpa sektor keuangan yang dalam dan luas, sebuah negara tidak akan menjadi negara maju.

"Orang yang membawa uangnya kembali ke Indonesia mempunyai peranan penting membangun pondasi ekonomi Indonesia dan mampu membangun negaranya dengan biaya sendiri. Kami akan terus bekerja sama dengan instansi lain melayani, supaya WNI bisa mendeklarasikan dan membawa kembali hartanya ke Indonesia," ucap mantan Managing Director Bank Dunia itu.