Liputan6.com, Nusa Dua - Mantan Wakil Presiden Boediono mengatakan pentingnya sebuah peran bank sentral dalam sebuah negara. Menurut pengalamannya, bank sentral berperan penting dalam menghadapi krisis.
Hal tersebut dikatakan Boediono memberikan pidato dalam kegiatan Bank Indonesia-Federal Reserve Bank of New York Joint International Seminar pada Senin (1/8/2016), yang merupakan bagian dari pertemuan eksekutif bank sentral Asia Timur dan Pasifik (EMEAP) ke 21 di Nusa Dua, Bali.
Momen pertemuan sejumlah bank sentral, pembuat kebijakan dan praktisi mengingatkan dirinya ketika menjadi deputi gubernur Bank Indonesia (BI) pada 1997.
Advertisement
Ia menuturkan, berkarier di bank sentral merupakan posisi yang terhormat, namun memiliki tugas berat. Bank sentral merupakan garda terdepan ketika krisis keuangan melanda Indonesia. Bank sentral menghadapi krisis keuangan di Asia pada 1997 dan krisis keuangan global pada 2008.
"Melihat ke belakang, saya hampir tergoda mengatakan kalau tugas bank sentral lebih sulit dari menjadi wakil presiden Indonesia," ujar dia.
Baca Juga
Boediono pun menekankan lima pelajaran dari pengalamannya tersebut. Pertama, dua krisis yang terjadi secara tiba-tiba. Krisis terjadi tiba-tiba itu juga akan menjadi bagian dari krisis yang akan datang. "Kita dapat meningkatkan kapasitas untuk membaca arah namun memiliki keterbatasan," ujar Boediono.
Dalam pandangannya, strategi untuk optimalkan agar antisipasi krisis seperti menjaga dan rutin cek kesehatan. "Ini seharusnya seperti ketika menjaga kesehatan pribadi. Hidup seimbang, tetap memonitor kesehatan secara umum, dan mempersiapkan yang terbaik," ujar dia.
Pelajaran kedua dari pengalaman di bank sentral, Boediono mengatakan, bagaimana respons dan pesan penting disampaikan sebagai garda terdepan.
"Pada krisis pertama (1997) berbagai macam alasan termasuk ketidakakuratan dan informasi tak ada, membuat salah langkah untuk respons krisis. Dan beberapa bulan berikutnya kebijakan itu dikoreksi, namun usai kerusakan besar selesai," kata dia.
Lebih lanjut ia menuturkan, respons lebih cepat untuk hadapi krisis kedua sehingga dampak negatifnya dapat diminimalkan. "Ekonomi Indonesia pun cepat pulih," ujar dia.
Pelajaran ketiga, di tengah krisis jangan menganggap koordinasi akan berjalan mulus. Malah salah satu hal membuat keadaan tak sehat ketika masing-masing institusi berada di zona nyaman mereka dan meminimalkan peran masing-masing untuk membuat keputusan. "Ini mungkin untuk mengurangi risiko politik, dan menjadi target dari "permainan" ke depan," kata dia.
Kemudian pelajaran keempat, pengalaman lembaga ketika hadapi krisis juga dapat mempengaruhi keputusan ke depan. "Ketika krisis pertama tak memiliki pengalaman hadapi krisis semacam itu. Akibatnya harus kembali jatuh karena kurang pilihan optimal lantaran andalkan pengalaman internasional. Saat krisis kedua, kami belajar dari pengalaman kami masa lalu, dan bernasib lebih baik," jelas dia.
Terakhir, Boediono menuturkan, kalau faktor politik yang mendukung juga menentukan efektivitas kebijakan ekonomi. "Ekonomi yang baik hanya dapat dibangun pada politik yang baik," ujar dia.