Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati akan menahan Dana Bagi Hasil (DBH) Provinsi DKI Jakarta senilai Rp 12 triliun untuk ditransfer ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini dilakukan dalam rangka pemotongan anggaran transfer daerah sebesar Rp 68,8 triliun di APBN-P 2016.
Sri Mulyani mengaku, akan bernegosiasi dengan pemerintah daerah (pemda) agar mau pembayaran DBH dan Dana Alokasi Umum (DAU) tahun depan baik Provinsi maupun Kabupaten dan Kota yang memiliki APBD cukup besar.
"Ini memang tidak betul-betul menyelesaikan APBN, hanya menunda tapi dipentingkan karena beban sangat besar dari APBN yang kita anggap mempengaruhi kredibilitas APBN kita," ujar dia di Gedung Dhanapala Kemenkeu, Jakarta, Jumat (5/8/2016).
Advertisement
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Budiarso Teguh Widodo menambahkan, salah satu cara penghematan transfer daerah adalah dengan melakukan carry over DAU senilai Rp 19,4 triliun dan DBH sebesar Rp 12 triliun. "Untuk carry over DBH cuma satu Provinsi, yakni DKI Jakarta sebesar Rp 12 triliun," tegasnya.
Baca Juga
Lebih jauh Budiarso beralasan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyampaikan bahwa ada dana menganggur DKI Jakarta yang tersimpan di perbankan sebesar Rp 13,9 triliun. "Kalau diminta Rp 12 triliun, saya kira Pak Ahok (Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama) tidak masalah," terangnya.
Sementara itu, Budiarso membidik 170 Provinsi dan Kabupaten atau Kota untuk menahan DAU dengan nilai Rp 19,4 triliun dari pagu Rp 385 triliun. "DAU yang carry over 170 Provinsi dan Kabupaten atau Kota," paparnya.
Penetapan DAU carry over, tambah Budiarso, akan diputuskan Menkeu. Hanya saja carry over ditujukan bagi Provinsi dan Kabupaten/Kota yang memiliki dana mangkrak besar, semisal di Jawa Barat dan lainnya.
"Pemotongan ada yang 75 persen, 60 persen, 45 persen, dan 30 persen tergantung kapasitas besarnya dan dana yang belum digunakan. Misalnya Jawa Barat yang punya dana yang belum digunakan tinggi, mungkin 75 persen, tapi kalau yang kapasitas fiskalnya sedang mungkin 30 persen," tutur Budiarso. (Fik/Gdn)