Sukses

Sri Mulyani Tak Potong Anggaran Gaji PNS

Pemerintah tidak akan memangkas anggaran terkait pembangunan infrastruktur, belanja pegawai, dan anggaran bantuan sosial.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati memotong anggaran sebesar Rp 133,8 triliun tahun ini. Selain infrastruktur dan belanja program prioritas pemerintah, anggaran yang lolos dari pemangkasan anggaran adalah belanja Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk membayar gaji dan tunjangan aparatur sipil negara.

"Belanja pegawai aman, tidak dipotong," ujar Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Purwanto saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Kamis (11/8/2016).

Dia mengakui, anggaran lain yang selamat dari pemotongan adalah belanja modal untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol dan lainnya, serta anggaran bantuan sosial melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS).

"Anggaran untuk kartu-kartu kemiskinan, bangun infrastruktur juga diamankan. Penghematan lebih kepada aparat, tapi kalau untuk rakyat diusahakan jangan (dipangkas)," jelas Purwanto.

Saat dikonfirmasi mengenai pemotongan anggaran untuk pos formasi guru di daerah yang tidak sesuai dengan rencana, Purwanto menegaskan pemerintah tidak dapat mencairkan atau membayarkannya.

"Misalnya daerah mengajukan anggaran sekian untuk formasi (jumlah) guru sekian, tapi kenyataannya tidak sampai di formasi itu, maka anggarannya tidak bisa dibayarkan," Purwanto mengatakan.

Untuk diketahui, pemerintah mengalokasikan belanja pegawai di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar Rp 347,5 triliun. Sri Mulyani sebelumnya menjelaskan kondisi perekonomian global maupun nasional terkini, serta pelaksanaan APBN-P 2016.

"Sesudah melakukan kajian mendalam dan hati-hari dari perekonomian Indonesia, penerimaan perpajakan, kita melakukan beberapa penyesuaian yang diharapkan bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan, kesenjangan dan menciptakan lapangan kerja," jelasnya.

Menurut Sri Mulyani, penerimaan pajak selama dua tahun terakhir (2014-2015) selalu gagal mencapai target yang ditetapkan. Akibatnya basis perhitungan anggaran tahun ini sangat tidak realistis.

"Jadi pemerintah perlu melakukan penyesuaian (pemotongan) agar dokumen APBN kredibel, lebih realistis karena sumber penerimaan negara di sektor pertambangan misalnya, melemah karena pengaruh anjloknya harga komoditas tambang. Penerimaan pajak jadi terpengaruh," Sri Mulyani menerangkan.

‎Dari sisi permintaan, sambungnya, kinerja ekspor dan impor Indonesia sangat lemah. Pemerintah mengandalkan sumber penerimaan pajak lain, yakni dari program pengampunan pajak (tax amnesty) meskipun potensi shortfall atau kekurangan penerimaan pajak sebesar Rp 219 triliun.

"Jadi diperlukan langkah mengamankan APBN sebagai tindakan. Di Kementerian/Lembaga akan dibahas pemotongan Rp 65 triliun. Tapi untuk aktivitas prioritas kerja pemerintah, seperti infrastruktur, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan terus didukung dari sisi anggaran, sementara yang kurang prioritas dilakukan penundaan," papar Sri Mulyani.

Pemerintah, Ia menuturkan, menghemat anggaran transfer ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU) dan dana desa. Seperti diketahui, pemerintah akan memangkas Rp 68,8 triliun anggaran transfer daerah di APBN-P 2016.

Lebih lanjut ia menuturkan, pemerintah pusat mencoba melakukan komunikasi dengan daerah supaya ada ruang menjaga DAU sesuai komitmen. Caranya dengan menunda pembayaran DAU, DAK fisik dan non fisik.

"Apakah ada anggaran pos-pos pengeluaran seperti formasi guru yang tidak sesuai dengan yang direncanakan, itu anggarannya tidak dicairkan. Dana Bagi Hasil (DBH) juga lebih selektif," papar dia. (Fik/Ahm)