Sukses

Pernyataan Menteri Energi Arab Dorong Kenaikan Harga Minyak

Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) untuk pengiriman September ditutup naik US$ 1,78 atau 4,3 persen.

Liputan6.com, New York - Harga minyak berakhir di zona hijau pada perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Pendorong utama kenaikan harga minyak adalah komentar dari Menteri Energi Arab Saudi yang menyatakan bahwa negara tersebut siap mengambil tindakan untuk mendorong kestabilan pasar minyak mentah global.

Mengutip Wall Street Journal, Jumat (12/8/2016), harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) untuk pengiriman September ditutup naik US$ 1,78 atau 4,3 persen ke angka US$ 43,49 per barel di New York Mercantile Exchange. Sedangkan untuk harga minyak Brent, yang merupakan patokan global, naik US$ 1,99 atau 4,52 persen ke angka US$ 46,04 per barel.

Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih memberikan pernyataan yang mengisyaratkan bahwa Arab Saudi siap untuk berbicara dengan organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) untuk membatasi produksi. Untuk diketahui, OPEC kembali akan menggelar pertemuan di awal September nanti.

Selama ini beberapa negara memang terus menggenjot produksi minyak sehingga membuat pasokan berlebih di pasar dunia. Arab Saudi, Irak, AS dan Kanada terus menaikkan produksi sehingga mendorong harga minyak terus berada di bawah US$ 50 per barel.

"Jika memang ada kebutuhan untuk menyeimbangkan harga pasar, maka kami akan bekerja sama dengan OPEC dan negara eksportir minyak besar di luar OPEC," jelas Falih.

Sesaat setelah komentar tersebut, harga minyak langsung melonjak. Bahkan meskipun analis sedikit skeptis dengan pernyataan dari Falih bahwa Arab Saudi akan menahan produksi, harga minyak tetap melonjak tinggi.

Selama ini memang sering kali negara-negara eksportir minyak terbesar dunia berkumpul dan membahas mengenai penurunan harga minyak. Beberapa ide muncul seperti menahan produksi sehingga bisa mendorong kenaikan harga minyak secara perlahan.

Namun sebagian besar ide-ide tersebut tak terealisasikan dan hanya sebatas wacana sehingga kenaikan harga minyak terus tertahan. Bahkan sering kali harga minyak menyentuh level US$ 40 per barel karena data-data produksi menunjukkan tak ada perubahan.

"Ini sepertinya hanya akan seperti sebelum-sebelumnya," jelas analis komoditas Schneider Electric, Robbie Fraser. Ia percaya bahwa kenaikan harga minyak ini hanya berlangsung sementara dan ke depan akan kembali melemah. (Gdn/Ndw)