Sukses

Tingkat Inflasi Ditargetkan Capai 4 Persen di Tahun Depan

Penguatan konektivitas nasional diproyeksikan mampu menciptakan efisiensi sistem logistik nasional.

Liputan6.com, Jakarta - Laju inflasi tahun depan diperkirakan berada pada kisaran 4 persen. Angka ini lebih rendah dari yang dipatok pemerintah pada tahun ini sebesar 4,7 persen.

Penguatan konektivitas nasional diproyeksikan mampu menciptakan efisiensi sistem logistik nasional sehingga hal ini dapat mendukung terciptanya stabilitas harga komoditas.

"Sebagai komitmen pengendalian inflasi, pemerintah juga menyediakan dana cadangan untuk menjaga ketahanan pangan serta stabilisasi harga," ujar Presiden Jokowi saat Pidato Nota Keuangan di Jakarta, Selasa (16/8/2016).

Alokasi dana tersebut antara lain akan digunakan untuk kebijakan subsidi pangan, program ketahanan pangan seperti penyelenggaraan operasi pasar, serta penyediaan beras untuk rakyat miskin.

Di awal pidato, Jokowi menyebutkan inflasi yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan rakyat, relatif terkendali pada tahun ini. Laju inflasi Juli 2016 dibandingkan dengan bulan yang sama di 2015, tercatat sebesar 3,21 persen.

Sehingga inflasi kumulatif bulan Januari sampai Juli 2016 sebesar 1,76 persen. Realisasi inflasi Juli tahun ini merupakan angka terendah dalam 5 tahun terakhir.

Indikator kesejahteraan sosial Indonesia dalam dua tahun terakhir ini juga terus menunjukkan peningkatan. Data pada Maret tahun 2016 menunjukkan tingkat kemiskinan berhasil ditekan menjadi 10,86 persen. Tingkat ketimpangan yang ditunjukkan  gini ratio juga berhasil dikurangi menjadi 0,40.

Dan tingkat pengangguran berhasil diturunkan menjadi 5,5 persen. Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia yang menunjukkan akses masyarakat terhadap sumber ekonomi, pendidikan, dan kesehatan terus mengalami kemajuan hingga mencapai angka 69,55 pada tahun 2015.

"Namun demikian, perlu disadari bahwa kita masih akan menghadapi tantangan-tantangan berat ke depan. Belum pulihnya perekonomian global dan beberapa negara mitra dagang utama, yang diiringi masih rendahnya harga komoditas, masih menjadi risiko yang dapat mengganggu kinerja perekonomian nasional.

Di samping itu, negara-negara maju juga sedang bergulat menghadapi tantangan pemulihan ekonomi. Sehingga masih terdapat ketidakpastian kebijakan keuangan, termasuk sebagian negara menerapkan kebijakan penggelontoran likuiditas.(Yas/Nrm)

Â