Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Daerah (pemda) diminta tak membatasi ruang gerak sektor hasil tembakau, yakni industri maupun konsumen rokok. Salah satunya DKI Jakarta yang diminta mematuhi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan agar menyediakan ruang merokok di lokasi perkantoran, gedung, hingga ruang publik bagi masyarakat.
MK dalam putusan uji materi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa pemerintah harus menyediakan tempat khusus merokok.
Mahkamah berpendapat, bila pemerintah tidak menyediakan tempat khusus untuk merokok, hal itu akan menghilangkan hak publik.
Advertisement
Baca Juga
"Tidak ada pilihan lain, pemerintah daerah harus mematuhi isi putusan MK yang memerintahkan disediakan ruang khusus merokok, memangnya ruang publik itu hanya untuk mereka yang tidak merokok, itu jelas tidak adil," jelas Pengamat Hukum Bisnis Margarito di Jakarta, Selasa (16/8/2016).
Menurut Margarito, kini banyak aturan yang kian memojokkan industri maupun konsumen rokok. Hal ini dinilai terkait dengan persaingan bisnis. Pemerintah daerah, diminta tidak memberikan argumen yang bisa membatasi gerak industri dan konsumen rokok.
Salah satunya Rancangan Pemerintah Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang sedang dibahas DPRD DKI Jakarta, yang dinilai kurang tepat karena mengatur sanksi bagi perokok aktif berupa pembatasan pelayanan administrasi kependudukan serta kesehatan.
Menerima pelayanan administrasi kependudukan dan kesehatan adalah hak konstitusional semua warga negara. Tidak langsung hilang haknya karena yang bersangkutan merokok.
Terkait produksi rokok, data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencatat, volume produksi hasil tembakau mengalami penurunan sebesar 4,8 persen menjadi 156 miliar batang di semester 1 2016.