Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan pada 14 April.
Namun kebijakan tersebut tidak menjamin kepastian pasokan rumah sederhana murah. Sebab sampai saat ini pengembang belum merasakan dampaknya di lapangan.
Contohnya di Provinsi Jawa Barat, realisasi rumah murah bersubsidi masih jauh di bawah target 2016 sebanyak 25 ribu unit. Hingga Juni 2016, realisasinya bahkan masih di bawah 50 persen atau hanya mencapai 8.000 unit.
“Banyak kendala yang masih dihadapi pengembang rumah subsidi di Jawa Barat, terutama sekali mengenai perizinan di kabupaten/kota. Antara lain waktu dan biaya perizinan untuk rumah masyarakat berpenghasilan rendah yang disamaratakan dengan rumah menengah atas,” keluh Ketua Real Estate Indonesia (REI) Jawa Barat Irfan Firmansyah kepada Liputan6.com, Jumat (19/8/2016).
Advertisement
Baca Juga
Dia mengakui, Inpres Nomor 3 Tahun 2016 belum banyak mempengaruhi proses perizinan untuk pembangunan rumah murah.
Secara umum di tingkat pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat waktu pengurusan izin untuk rumah MBR mencapai 3-5 bulan, belum lagi tambahan waktu kalau ada kesalahan dalam pengisian administrasi dan persyaratan.
Oleh karena itu, REI Jawa Barat berharap penyederhanaan perizinan untuk rumah murah tidak hanya sebatas instruksi semata, namun harus benar-benar dapat terealisasi hingga tingkat kabupaten/kota .
Hambatan lain yang masih mengganggu realisasi pasokan rumah murah di Tanah Pasundan akibat harga plafon (batasan) rumah subsidi FLPP yang terlalu rendah sehingga margin yang bisa diperoleh pengembang sangat tipis sehingga tidak menarik bagi pengembang.
Belum lagi adanya isu anggaran FLPP yang sudah habis dan tidak mencukupi membiayai KPR FLPP turut mengganggu psikologis pengembang untuk melanjutkan pembangunan. Banyak pengembang rumah menengah bawah yang wait and see, atau akhirnya memutuskan menjual rumah dengan KPR komersial.
“Banyak pengembang yang khawatir dengan isu kekurangan anggaran FLPP yang menyetop terlebih dahulu pembangunan. Ini juga menghambat pasokan di lapangan,” kata Irfan.
Sedangkan untuk jangka panjang, masalah yang menjadi kendala utama adalah ketersediaan lahan murah untuk rumah rakyat. Saat ini harga tanah dasar di sejumlah sentra pasokan rumah murah bersubsidi di Jawa Barat sudah cukup mahal.
Menurut Irfan, dibutuhkan pengawasan untuk mengontrol harga tanah yang tegas dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Beberapa titik pengembangan rumah subsidi di provinsi tersebut mayoritas berada di kawasan industri seperti Bekasi, Cikarang, Karawang, Sukabumi, Subang dan Cirebon. (Muhammad Rinaldi/Nrm)