Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mesti berhati-hati apabila menaikkan harga rokok sampai Rp 50 ribu per bungkus. Lantaran, hal tersebut bakal memicu peredaran rokok ilegal.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati m‎encontohkan, Singapura yang menerapkan harga rokok tinggi sendiri dibuat kewalahan dengan peredaran rokok ilegal.
"‎Saya sengaja ambil Singapura karena di antara negara tinggi. Di situ saja, ketika terjadi kenaikan cukai yang terlalu masif menimbulkan rokok ilegal," ujar dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat (19/8/2016).
Jika kondisinya demikian, ujar dia, maka rencana pemerintah untuk mengendalikan rokok bakal gagal. Lantaran, masyarakat tetap bisa menerima rokok dengan harga lebih murah.
Baca Juga
‎"Kalau misalnya dinaikkan secara masif dengan tiba-tiba puluhan persen, naik Rp 50 ribu, apakah urgensi cukai tercapai atau tidak? Itu yang diperhatikan‎," kata dia.
Sebenarnya, dia menuturkan, asumsi tentang harga rokok Indonesia yang terlalu murah tidak seluruhnya benar. Dia mengatakan, untuk menakar harga perlu dipertimbangkan dengan daya beli masyarakat.
"Artinya ketika kenaikan tidak diperhitungkan hanya harga. Apakah rokok Indonesia murah? Tak bisa hanya nominal, Singapura Rp 50 ribu.‎ Karena persoalan daya beli masyarakat," tutur dia.
Dia mengatakan sebanyak 70-80 persen produksi rokok digunakan untuk keperluan biaya di luar produksi seperti pajak dan cukai. Dia khawatir, dengan kenaikan harga tersebut akan mengganggu industri rokok dan berdampak pada kesempatan kerja masyarakat. "Kesempatan kerja terganggu, padahal yang kita punya. Benar low ekspor tetapi industri low impor," tutur dia. (Amd/Ahm)
Advertisement