Sukses

Ini yang Dilakukan Warga Miskin Bila Harga Rokok Naik Drastis

Para penggemar rokok, khususnya masyarakat miskin atau berpenghasilan rendah akan mencari cara supaya tetap bisa menghisap hasil tembakau.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus akan mengurangi konsumsi rokok produksi pabrikan secara signifikan.

Bahkan, lembaga ini berencana melakukan survei khusus konsumsi rokok dan dampaknya ke angka kemiskinan jika harga komoditas hasil tembakau ini benar-benar naik tajam.

"Jika benar naik jadi Rp 50 ribu, itu artinya naik sekitar 150-200 persen. Tentu konsumsi rokok pabrik akan turun signifikan," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo dalam pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Senin (22/8/2016).

Para penggemar rokok, jelas dia, khususnya masyarakat miskin atau berpenghasilan rendah akan mencari cara supaya tetap bisa menghisap hasil tembakau ini. Salah satunya warga di perdesaan, yang akan membuat rokok linting atau rokok klobot untuk konsumsi sendiri.

"Penduduk miskin pencandu rokok akan membuat sendiri rokoknya, biasanya rokok linting atau rokok klobot. Tapi buat pencandu rokok kaya tetap akan beli rokok, walaupun irit konsumsinya," jelas Sasmito.

Terkait hal ini, dia mengaku, BPS akan melakukan survei khusus konsumsi rokok apabila harga rokok betul-betul meningkat signifikan. Sehingga dia belum bisa memperkirakan dampak lonjakan harga rokok terhadap angka atau tingkat kemiskinan.

"Jangka pendek tidak terlalu berat dampaknya, tapi kalau sudah menengah-panjang (setahun atau lebih) dapat membantu mengurangi jumlah perokok sebagai bagian dari program peningkatan kesehatan," dia menjelaskan. (Fik/Nrm)