Liputan6.com, Jakarta - Garibaldi Thohir atau akrab disapa Boy Thohir telah melakoni berbagai macam bisnis, di bidang properti, multifinansing, dan terakhir tambang batubara di bawah bendera PT Adaro Energy Tbk sebagai Presiden Direktur. Selama puluhan tahun merintis bisnis, berkali-kali ia harus jatuh, namun dia pantang menyerah.
"Jangan lihat saya sebagai pengusaha saat ini, dan jangan lihat Adaro sekarang. Karena saya telah merasakan kegagalan berkali-kali. Memulai usaha memang tidak mudah," ujar Boy Thohir saat acara Inspirato Liputan6.com, Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Melongok sepak terjangnya sebagai pengusaha, Kakak dari Erick Tohir, pemilik klub sepakbola Inter Milan ini pernah mendirikan perusahaan properti di kawasan Kasablanka, Jakarta. Namun tidak berjalan mulus.
Advertisement
Kemudian, Boy Thohir bergabung dengan perusahaan tambang di Sawah Lunto, Sumatera Barat, yakni PT Aliied Indo Coal di 1992. Lagi-lagi, Boy harus menderita kerugian karena rendahnya harga batubara di periode tersebut.
Perjalanan hidup berlanjut. Boy Thohir di 1997, memulai bisnis multifinansial atau kredit pembiayaan motor. Ia mendirikan PT WOM Finance dengan modal Rp 5 miliar dan pinjaman perbankan Rp 50 miliar. Boy tetap membangun perusahaan tersebut dengan kerja keras dan integritas meski ia harus kembali menelan pil pahit tertimpa krisis moneter di 1998.
Saat itu, diakui Boy Thohir, kredit macet membengkak. Perusahaan nyaris bangkrut. "Saat krisis, perusahaan saya hampir bangkrut. Apa kata orang tua saya, apa kata dunia kalau sampai bangkrut, padahal sudah dikasih modal. Karena tantangan anak pengusaha berbeda dengan yang betul-betul membangun usaha tanpa ada garis keturunan pengusaha," jelasnya.
Krisis moneter menyebabkan banyak kredit macet, sehingga kredit motor nasabahnya pun tak terbayar. Orang terkaya ke-42 di Indonesia versi Forbes (2015) ini akhirnya menarik kembali motor-motor nasabah yang sudah dibiayai perusahaan. Beruntung, motor-motor yang dijual kembali itu harganya tinggi seiring devaluasi kurs rupiah.
"Yang tadinya kita beri kredit untuk motor seharga Rp 4,5 juta per unit di 1998, karena devaluasi motor dijual kembali seharga Rp 12 juta. Akhirnya di 1999, uang Rp 55 miliar tidak jadi hilang, malah kekumpul lagi," papar Boy Thohir.
Dengan strategi jitu, Boy akhirnya mampu melewati fase kritis itu. Kondisi ini didukung dengan membaiknya penjualan motor pada 2001-2003. Di 2003, Pria kelahiran Jakarta, 51 tahun silam itu sukses mengantarkan WOM Finance melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"WOM Finance go public dengan valuasi Rp 1,5 triliun. Jadi kalau dipikir-pikir modal tadi Rp 5 miliar, menjadi Rp 1,5 triliun, tidak masuk akal. Itulah kalau kita punya reputasi baik, mau cari pendanaan lewat pasar modal pun bisa. Jadi kaya dalam bentuk aset," terangnya.
Boy Thohir bilang, jika perusahaan memiliki reputasi baik dan bisnis model tepat, maka uang akan dengan sendirinya mengalir. Perbankan, investor, dan pasar modal akan bersedia memberikan pendanaan dengan memperhatikan kinerja perusahaan dan penerapan tata kelola perusahaan secara benar.
"Jadi jangan pernah menyerah. Kalau gagal coba lagi, kalau jatuh 10 kali, bangun 11 kali. Yang berat itu orang yang gampang frustasi, menyerah. Ini kuncinya kalau mau jadi pengusaha," tutur Boy Thohir.