Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita meminta pemerintah daerah dan dinas perdagangan daerah untuk berperan aktif mengedukasi serta melindungi masyarakat sebagai konsumen dari barang-barang berkualitas rendah dan mengandung bahan berbahaya.
Hal tersebut disampaikan dalam acara Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga yang berlangsung selama dua hari, 24-25 Agustus 2016 di Hotel Aryaduta, Jakarta.
Baca Juga
Enggar mengatakan, ‎berdasarkan Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) di Indonesia pada 2015 berada di angka 34,17. Itu artinya, para konsumen Indonesia sebenarnya telah paham hak dan kewajiban, tapi belum mampu memperjuangkan hak‎nya.
Advertisement
"Melalui kegiatan sinkronisasi ini, diharapkan cita-cita konsumen cerdas, pelaku usaha yang bertanggung jawab, dan tertib niaga di bidang perdagangan segera terwujud," ujar dia di Hotel Aryaduta, Rabu (24/8/2016).
Enggar menilai perlindungan konsumen bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab pelaku usaha dan konsumen. Konsumen harus cerdas agar dapat memberikan kontribusi penting bagi perekonomian Indonesia.
"Apabila 250 juta konsumen Indonesia cerdas, mengerti kewajiban mereka, dan kritis dalam mempertahankan hak mereka, konsumen akan mampu mengendalikan pasar. Dengan demikian, pelaku usaha akan mengikuti keinginan konsumen sehingga bisa menyediakan produk yang memenuhi ketentuan dan baik bagi konsumen," jelas dia.
Dalam kegiatan sinkronisasi ini, ada dua fokus utama yang dibahas. Pertama, restrukturisasi organisasi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) menjadi Direktorat Jenderal Pelindungan Konsumen dan Tata Niaga (PKTN).
Kedua, implementasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini termasuk perubahan kewenangan dari Pemerintah Daerah.
Salah satunya adalah perubahan kewenangan penyelenggaraan kemetrologian, yang sebelumnya ada di provinsi dan kabupaten/kota menjadi hanya berada di kabupaten/kota. Kemudian, kewenangan pengawasan barang beredar dan jasa serta perlindungan konsumen kini hanya berada di provinsi.
Implementasi UU Nomor 23 Tahun 2014 menimbulkan beberapa perubahan, terutama terkait dengan kegiatan-kegiatan yang berpindah kewenangannya. Perubahan tersebut antara lain pelimpahan kewenangan terkait kemetrologian; pelaksanaan operasional Badan Penyelesaian sengketa Konsumen (BPSK), pengawasan barang beredar dan jasa; serta pengalihan Personel Penera dan penyidik pengawai negeri sipil (PPNS), pendanaan, sarana/prasarana, dan dokumen (P3D).
"Kepala Dinas yang menangani bidang perdagangan merupakan penyambung lidah dan garda terdepan pelaksana kebijakan Kementerian Perdagangan, dalam hal ini kebijakan perlindungan konsumen di daerah. Terdapat 250 juta konsumen di Indonesia dengan berbagai status pekerjaan termasuk juga produsen, yang harus dilindungi," tandas dia.