Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diingatkan berhati-hati menanggapi usulan kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Apalagi bila usulan kenaikan harga terkandung muatan tertentu. Berapapun harga rokok naik dinilai masyarakat akan tetap membelinya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Industri Manufaktur Johnny Darmawan berpendapat, kenaikan harga rokok yang drastis justru akan menghantam industri rokok. Padahal industri ini berkontribusi besar pada penerimaan negara baik cukai maupun pajak.
Baca Juga
Advertisement
"Saya takutnya ada orang pemikiran gini, dinaikin pun orang tetap merokok. Karena rokok satu-satunya produk di dunia, sudah dimaki-maki dirinya sendiri, mati, kanker tapi orang tetap hisap. Karena kepercayaan itu maka dinaikkan gini," jelas dia di Hotel Grand Hyatt Jakarta, Rabu (24/8/2016).
Dia bilang, sebaiknya pemerintah melakukan kajian yang mendalam terkait kenaikan harga rokok. Kenaikan harga rokok boleh dilakukan tapi besarannya diminta tidak signifikan. "Kalau menurut saya kenaikan tetap ada tapi jangan double kalau menurut saya," ungkap dia.
Anggota dari Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) tersebut juga menyebutkan kenaikan harga rokok yang signifikan tak secara otomatis menghentikan konsumsi rokok di masyarakat.
"Menurut saya dikaji lebih baik. Kalau ditanya aliran mana, saya nggak ngerokok. Tapi kalau ditanya negara, pajak atau cukai paling gede rokok. Dengan adanya gitu apakah bisa berhenti otomatis? Karena ada yang membuat analisa rokok mau dinaikkan berapa orang akan beli," pungkas dia.(Amd/Nrm)