Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan pembentukan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bermanfaat bagi Indonesia untuk memperbesar ukuran perusahaan pelat merah maupun ekonomi negara ini. Tujuannya supaya Indonesia memiliki BUMN hebat dan menjadi the true player in the world.
Dijelaskan Sri Mulyani, BUMN mencerminkan aset yang bisa dibanggakan sebuah negara. Misinya bukan hanya sekadar berorientasi pada keuntungan, tapi juga sebagai agen pembangunan. Perusahaan pelat merah harus dikelola secara profesional supaya bisa bersaing dan menciptakan kesejahteraan rakyat.
"Ekonomi Indonesia makin besar, sudah saatnya Indonesia memikirkan apa sih strategi bangsa untuk memanfaatkan aset ini sehingga menciptakan nilai tambah. Korporasi seperti apa yang kita butuhkan," tutur dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (24/8/2016).
Pembentukan holding, diakui Sri Mulyani, bukan sekadar menyatukan neraca keuangan, akan tetapi yang paling sulit adalah menggabungkan aktivitas bisnis yang berbeda, tata kelola perusahaan, sosial ekonomi, maupun dukungan politik.
"Entitas yang di merger atau diakuisisi ini akan tetap jadi diri sendiri, tapi akan dikelola dalam satu bentuk holding. Tujuannya menciptakan nilai lebih banyak yang menguntungkan negara dan BUMN bisa menjadi the real player in the world," dia menjelaskan.
Menurut Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, latar belakang pembentukan holding BUMN seperti di sektor jasa keuangan, pertambangan, minyak dan gas (migas), perumahan, jalan tol dan sektor pangan karena keterbatasan pemerintah menyuntik Penyertaan Modal Negara (PMN) melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Kalau pemerintah injeksi PMN tidak bisa banyak, ada keterbatasan di APBN. Pemikiran untuk memperbesar size BUMN, lewat merger atau akuisisi. Jadi ini bukan masalah holding penting atau tidak penting, tapi prasyarat apa saja supaya holding bisa sesuai harapan," kata Sri Mulyani.
Di negara lain, tambahnya, aksi korporasi merger (penggabungan) dan akuisisi sudah menjadi tren. Dengan sinergi, sebuah perusahaan akan menjadi lebih besar dan kuat untuk berkompetisi di kancah dunia. Keputusan ini diambil ketika strategi korporasi sudah mentok.
"Saya dekat dengan Menkeu China, dalam diskusinya mereka sedang bergulat dengan restrukturisasi BUMN dalam situasi ekonomi sekarang ini. Itu really big job karena selama ini pemain besar China adalah BUMN yang hebat dan kuat, meskipun ada juga BUMN yang sakit," dia menjelaskan.
Oleh sebab itu, diakui Sri Mulyani, pembentukan holding harus memperhatikan proses politik, keuangan, proses budaya perusahaan, dan sosial ekonomi.
"Jadi kalau pembahasan holding ini berlanjut, saya akan melihat lebih dalam terkait rencana ini sehingga saya dan DPR memiliki kesepakatan kenapa holding perlu dilakukan," ujarnya.
Seperti diketahui, dalam waktu dekat, pemerintah berencana membentuk holding migas yang mengintegrasikan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk sebagai anak usaha PT Pertamina (Persero).
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Vincentius Sonny Loho, usai Rakor Holding BUMN mengungkapkan, pemerintah terus memproses pembentukan holding, termasuk peleburan Pertamina dan PGN.
"Holding tetap diproses. Yang sudah siap holding migas, yakni Pertamina dan PGN," ujar dia.
Menurut Sonny, pembentukan enam holding BUMN, yakni migas, pertambangan, jalan tol, jasa keuangan, perumahan, dan pangan harus jelas mengenai aspek legalitas hukum, aset, dan sosialisasi, termasuk tenaga kerja.
Â
"Kita mesti sosialisasi dulu, supaya nanti clear karena ini tinggal harmonisasi. Sosialisasi sudah cukup belum, tenaga kerja mendukung tidak, karena jangan sampai ada PHK. Itu yang mesti dijaga," ucap Sonny.
Setelah proses selesai, maka sambungnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat menandatangani pembentukan holding yang dituangkan dalam sebuah peraturan pemerintah (PP).
Proses tersebut, kata Sonny, salah satunya berkomunikasi dengan DPR RI tanpa perlu meminta persetujuan parlemen. Tujuan komunikasi ini hanya sebagai pemberitahuan, bukan persetujuan.
"Kalau sudah beres semuanya, nanti ditandatangan Presiden termasuk komunikasi dengan DPR. Dilihat dari peraturannya, tidak ada yang menyebut persetujuan. Tapi ini lagi dipelajari semuanya, jadi clear dulu baru tetapkan holding," tutur Sonny.(Fik/Nrm)