Liputan6.com, Jakarta - Hampir sebulan Sri Mulyani Indrawati menjabat Menteri Keuangan (Menkeu). Dalam rapat kerja (raker) pertama kalinya bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Sri Mulyani sudah dijejali hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2015.
Raker ini membahas pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2015. Dalam raker ini hadir Sri Mulyani, Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto, Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Kemenkeu Marwanto, serta jajaran Eselon II Kemenkeu. Sementara dari DPR dihadiri 37 anggota dari 10 fraksi sehingga raker tersebut sah dan dapat mengambil keputusan.
Wakil Ketua Banggar DPR, Jazuli Fuwaid saat Raker dengan pemerintah di Gedung Banggar, Jakarta, Kamis (25/8/2016) membacakan hasil pemeriksaan BPK yang memberikan status Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPP 2015. Ada 6 permasalahan yang mempengaruhi opini LKPP tersebut, antara lain:
Advertisement
Baca Juga
1. Ketidakpastian nilai Penyertaan Modal Negara (PMN) pada PT PLN (Persero)
2. Pemerintah menetapkan harga jual eceran minyak solar bersubsidi lebih tinggi dari harga dasar termasuk pajak dikurangi subsidi tetap
3. Penatausahaan piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada beberapa Kementerian/Lembaga tidak didukung dengan dokumen sumber yang memadai dan terdapat piutang yang tidak sesuai dengan wajib bayar
4. Pencatatan penatausahaan dan pelaporan persediaan pada beberapa Kementerian/Lembaga kurang memadai dan terdapat persediaan pada masyarakat yang belum jelas statusnya
5. Terdapat pencatatan dan penyajian pencatatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang tidak akurat
6. Koreksi yang mempengaruhi ekuitas dan transaksi antar entitas tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dengan dokumen yang memadai di samping temuan penyebab pengecualian di atas, terdapat temuan audit lainnya atas LKPP 2015.
Terdapat temuan sistem pengendalian internal, yakni :
1. Kebijakan akuntansi pada Kementerian/Lembaga dan BUN belum mengatur secara lengkap mengenai pengakuan dan dokumen sumber pencatatan yang akrual
2. Proses penyusunan LKPP sebagai konsolidasi LKPP, LKBUN, LKKL belum sepenuhnya didukung dengan dokumen intern yang memadai
3. Pemerintah belum menatausahakan secara memadai hak dan kewajiban yang timbul dari putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
4. Terdapat inkonsistensi terhadap perlakuan PPN atas perjanjian karya pengusahaan karya pertambangan batu baru PKP2B Generasi 3
5. Terdapat sanksi administrasi perpajakan berupa bunga dan atau denda yang belum ditagih
6. Pemerintah belum menyelesaikan permasalahan inkosesi penggunaan tarif pajak dan penghitungan PPh migas
7. Penatausahaan laporan perkembangan piutang pajak dan pengisian piutang pajak bumi dan bangunan belum memadai
8. Terdapat piutang pajak macet yang belum dilakukan tindakan penagihan yang memadai
9. Pencatatan penatausahaan dan pelapoan aset tetap pada beberapa Kementerian/Lembaga belum memadai
10. Pemerintah masih menyajikan aset tak berwujud yang tidak dimanfaatkan dan tidak didukung dokumen sumber
11. Terdapat mutasi investasi permanen PMN pada BUMN yang belum dapat diyakini akurasi penyajiannya.
Sementara temuan terkait kepatuhan terhadap perundang-undangan, antara lain :
1. Terdapat pengembalian kelebihan pajak yang tidak memperhatikan piutang pada WP
2. Pemerintah belum optimal dalam mengamankan pengembalian pinjaman atas dana antisipasi penanggulangan lumpur lapindo
3. Terdapat penganggaran dan pertanggungjawaban belanja modal dan belanja barang di beberapa Kementerian/Lembaga tidak sesuai ketentuan
4. Terdapat realisasi bantuan sosial 2015 yang belum disalurkan. Kelebihan belanja bansos belum di setor ke kas negara serta penyaluran dan pertanggungjawaban bansos yang tidak sesuai ketentuan
5. Belum disusunnya laporang pertanggungjawaban atas pelaksanaan kontrak penyelenggaran Publik Service Obligation (PSO) kereta api sesuai ketentuan yang berlaku
6. Pencatatan investasi permanen lain-lain atas 7 PTN, badan hukum belum didasarkan proses penghitungan yang memadai atau atas kekayaaan awal PTN.
Jazuli pun memaparkan laporan realisasi APBN-P 2015 :
- Realisasi pendapatan negara Rp 1.508 triliun atau 86,6 persen dari target APBN-P 2015
- Penerimaan perpajakan Rp 1.240,4 triliun atau 83,3 persen dari target (penerimaan pajak dalam negeri Rp 1.205,5 triliun dan perdagangan internasional Rp 34,9 triliun)Â
- PNBP Rp Rp 255,6 triliun atau 90 persen dari target APBN-P 2015
- Penerimaan hibah Rp 12 triliun atau 361,5 persen dibanding target APBN-P 2015
- Belanja negara Rp 1.806,5 triliun atau 91 persen dari APBN-P 2015 (belanja pemerintah pusat Rp 1.833 triliun serta transfer daerah dan dana desa Rp 623,1 triliun)
- Defisit anggaran Rp 298,5 triliun atau 134,1 persen dari APBN-P 2015
- Realisasi pembiayaan untuk menutup defisit Rp 323,1 triliun
- Sisa Lebih Anggaran (SilPA) Rp 24,6 triliun
- Saldo Anggaran Lebih (SAL) akhir Rp 108 triliun.
"Rekomendasi DPR agar pemerintah meningkatkan kualitas LKPP yang masih mendapat opini WDP, menyebarluaskan laporan LKPP ke masyarakat, meningkatkan kualitas pengelolaan aset, penertiban aset, legalisasi aset, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas akuntasi berbasis akrual kepada Kementerian/Lembaga," jelas Jazuli.
Atas penyampaian laporan dan hasil Panja RUU tentang pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN 2015 ini, Menkeu Sri Mulyani setuju dengan DPR. "Kami setuju dengan kesimpulan tersebut," tegasnya.
Saat ini agenda selanjutnya raker Banggar DPR dan pemerintah dalam pembicaraan RUU tersebut adalah pendapat mini fraksi sebagai sikap akhir fraksi. Kemudian akan dilanjutkan dengan penandatanganan naskah RUU, lalu pendapat pemerintah dan terakhir pengambilan keputusan untuk dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II. (Fik/Gdn)