Sukses

Sri Mulyani: Tax Amnesty Bukan Hanya untuk 100 Orang Terkaya RI

Belum banyak wajib pajak yang ikut program Tax Amnesty.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa pegawai pajak mulai kewalahan dengan dua tugas khusus untuk mengawal penerimaan negara di APBN-P 2016. Pertama, program pengampunan pajak (tax amnesty) dengan target penerimaan Rp 165 triliun dan kedua, pengumpulan setoran pajak yang dipatok Rp 1.271,7 triliun.

Sri Mulyani mengatakan, Kementerian Keuangan saat ini bukan hanya fokus mengejar target penerimaan pajak dari tax amnesty, tapi juga amanat lain untuk mencapai target penerimaan negara Rp 1.737,6 triliun. Salah satu sumbernya dari penerimaan pajak (nonmigas) Rp 1.271,7 triliun.

"Saya akui seluruh tim pajak setiap kali bertemu cukup kewalahan dengan dua tugas ini, tax amnesty dan penerimaan pajak," katanya di Jakarta, seperti ditulis Jumat (26/8/2016).

Menurut Sri Mulyani, Undang-Undang (UU) Tax Amnesty bagi pegawai pajak yang berjumlah 40 ribu orang masih baru, sehingga mereka belum memahami seluruhnya. Tantangan berat lainnya mempelajari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) turunan UU Tax Amnesty yang keluar dalam waktu dekat.

"Ditambah pegawai pajak harus menjelaskan (sosialisasi) ke orang lain, jadi ini satu waktu yang luar biasa dan sangat kritis. Karena tax amnesty bukan hanya untuk 100 orang terkaya di Indonesia, tapi ini UU untuk seluruh rakyat," ujarnya.

Terkait kesiapan Ditjen Pajak menghadapi serbuan pemohon tax amnesty dan perkiraan banjir dana repatriasi di September, Sri Mulyani telah berdiskusi dengan seluruh tim pajak. Idenya, untuk beberapa wajib pajak (WP) besar yang ingin melaporkan harta, Ditjen Pajak akan membentuk task force guna melayani mereka.

"Jadi pegawai pajak dituntut me-manage WP besar yang jumlahnya satu persen, tapi memiliki harta hampir 50 persen dari total aset di Republik ini, ditambah jutaan orang Indonesia yang dirasa perlu ikut tax amnesty supaya lega," ujar Sri Mulyani.

Di sisi lain, katanya, pegawai pajak harus mampu mengumpulkan Rp 1.271,7 triliun. Berdasarkan data Kemenkeu, posisi penerimaan negara sampai hari ini realisasinya masih 43,2 persen. Sri Mulyani menambahkan, ia telah bertemu dengan Kepala Kanwil untuk meminta kepastian komitmen kesanggupan mencapai target.

"Saya sangat menyetujui dan mencegah teman-teman Kanwil melakukan tindakan yang semakin menghancurkan kepercayaan, bullying, intimidasi karena ada pressure ini. Jadi ini adalah tugas yang sangat menantang. Kita melakukannya dengan sungguh-sungguh. Walaupun kondisinya kompleks, bukan berarti gampang atau tidak mungkin dicapai," ujarnya.

Sri Mulyani berjanji akan melakukan percepatan reformasi di bidang perpajakan seiring pelaksanaan tax amnesty. "Idealnya reformasi bidang perpajakan didahulukan, baru tax amnesty. Tapi ini sudah terjadi, sehingga yang bisa saya lakukan adalah akselerasi reformasi ini," ucap Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Bagaimana jika target penerimaan pajak dari tax amnesty tidak tercapai?

Sri Mulyani menegaskan terus berupaya keras sampai dengan hari ini. Antisipasi pun dipikirkan, namun masih harus dipantau hingga pelaksanaannya di pertengahan September 2016 sebelum periode pertama tax amnesty berakhir.

"Saya akan sampaikan ke Presiden lagi di minggu ketiga atau akhir September mengenai situasinya. Kita akan kelola softlanding APBN-P 2016, dan bekerja sama dengan DPR untuk menyusun RAPBN 2017," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan bahwa belum ada satu pun wajib pajak dari data yang dimiliki institusinya akan ikut tax amnesty.

Padahal, sebelumnya ia mengaku memiliki data dari berbagai sumber, seperti G20 dan lainnya. Data ini bahkan diklaim lebih akurat ketimbang data Panama Papers yang sempat menghebohkan.

"Belum ada yang ikut tax amnesty. Tapi yang berjanji banyak, makanya data itu yang akan saya pakai mau pilih 2 persen (tax amnesty) atau 200 persen (sanksi) sesuai Pasal 18 di UU Tax Amnesty," ujar Ken.