Sukses

Ini Kata Pedagang Pasar soal Kebijakan Impor Daging Sapi

Upaya pemerintah untuk menekan harga daging sapi hingga ke angka Rp 80 ribu per kilogram (kg) sepertinya belum membuahkan hasil.

Liputan6.com, Jakarta - Upaya pemerintah untuk menekan harga daging sapi hingga ke angka Rp 80 ribu per kilogram (kg) sepertinya belum membuahkan hasil. Bahkan menurut para pedagang pasar, langkah impor daging sapi, daging kerbau dan juga jeroan sapi tak terlalu efektif. 

Salah seorang penjual daging sapi di Pasar Bogor, Jawa Barat, Ahmad Arigus (45), menuturkan selama ini masyarakat tidak terlalu menyukai daging impor yang memang sebagian besar merupakan daging beku tersebut. Menurutnya, kualitas daging impor berbeda dengan daging segar yang diambil dari pemotongan. 

Selain itu, harga awal yang dipatok oleh pemerintah untuk daging impor juga masih terlampau tinggi. Alhasil, harga jual daging tersebut di pasaran masih tetap mahal. 

“Sekarang pemerintah menjual daging kepada kami seharga Rp 80 ribu-90 ribu, belum termasuk ongkos pengiriman dan lain-lain. Belum lagi dagingnya sudah tidak segar karena sudah dipotong berbulan-bulan sebelumnya lalu dibekukan. Jika sudah masuk pasar harganya akan sama saja sekitar Rp 110 ribu,” katanya saat dijumpai tim Liputan6.com di Pasar Bogor, Jawa Barat (26/8/2016).

Jika harga yang ditawarkan hanya sedikit lebih murah tapi kualitas daging jauh lebih bagus dari peternak atau tukang jagal maka Ahmad akan tetap membeli daging dari tempat ia biasa membeli dengan harga Rp 91 ribu-92 ribu per kg. Dengan harga tersebut, ia bisa menjual kepada konsumen daging segar berkualitas bagus seharga Rp 110 ribu-120 ribu per kg.

Ahmad tidak keberatan jika pemerintah menjalankan program daging sapi murah ini, hanya saja ia meminta untuk pemerintah juga harus bisa menurunkan kurs rupiah supaya bisa di bawah 13.000 per dolar AS. Itu karena mereka juga membeli daging dari pemerintah menggunakan dolar karena daging impor.

“Intinya gini, kalau pemerintah mau menurunkan harga daging, minimal kurs dolar diturunkan jangan 13.000 per dolar AS terus. Karena kan kita belanja ke sana juga pakai dolar AS. Kalau dari pihak sana sudah mahal, ya kami juga jual di sini mahal,” ia menjelaskan. (Nabila/Gdn)