Sukses

Pemerintah Benahi Tata Niaga Gas untuk Turunkan Harga

Pemerintah akan membenahi tata niaga gas bumi agar dapat tercipta efisiensi sehingga dapat menurunkan harga gas bumi

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan membenahi  tata niaga gas bumi agar dapat tercipta efisiensi, sehingga dapat menurunkan harga gas bumi yang saat ini masih dikeluhkan mahal oleh kalangan industri.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan ‎mengatakan, tata niaga gas akan dibenahi dari hulu hingga hilir. Khusus untuk hulu, pemerintah akan mengevaluasi struktur harga gas pada mulut sumur.

"Kami masih mengevaluasi harga gas. Jadi dari teman-teman tadi struktur di mulut sumurnya dilihat berapa sih?," kata Luhut di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, seperti ditulis Kamis (1/9/2016).

Luhut melanjutkan, untuk sisi hilir yang akan ditata adalah ‎pipa distribusi dan pengenaan ongkos angkut gas melalui pipa (toll fee). Pasalnya, ditemukan ketidakcocokan antara ukuran pipa, jumlah pengguna gas dan toll fee yang dikenakan, sehingga membuat harga gas ke konsumen tinggi.

"Nah itu kita hitung  lagi, banyak toll fee tidak efisien misalnya ada satu daerah itu dibikin pipanya berapa inci, penggunaannya cuman 40 persen sehingga toll fee-nya jadi tinggi. Ada satu daerah toll fee nya sampai US$ 7 kan itu aneh," ungkap Luhut.

Menurut Luhut, di sisi penerimaan negara dari proses jual beli gas juga perlu ditinjau ulang, dengan mempertimbangkan dampak positif yang akan ditimbulkan jika penerimaan negara diturunkan untuk menurunkan harga gas.

"Nah karena dampaknya kepada industri. Sekarang lagi buat simulasi kalau gas itu kita bikin US$ 6, US$ 5, US$ 4 berapa pemerintah dirugikan atau pengurangan penerimaan negara. tapi berapa dampaknya ini terhadap nilai tambah industri," jelas Luhut.

Saat ini, ‎Kementerian Perindustrian telah ditugasi untuk menghitung dampak penurunan harga gas, dengan mengurangi penerimaan negara.

‎"Kita belum tahu sedang dihitung simulasinya. Karena industri itu kan lapangna kerja, pajak, multiplier effect-nya yang lain. jadi kalau pemerintah rugi katakan US$ 100 juta  penerimaan kurang tapi kalau dampaknya bisa berlipat ya kita pilih yang ini," tutup Luhut. (Pew/Ndw)