Sukses

BPS: Deflasi Agustus 0,02 Persen, Terendah Selama 15 Tahun

BPS mencatat deflasi terendah Agustus sejak Agustus 2001.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Stastik (BPS) melaporkan deflasi Agustus 2016 tercatat 0,02 persen. Angka tersebut merupakan deflasi terendah sejak Agustus 2001.

Sedangkan tingkat inflasi untuk tahun kalender (Januari-Juli) 2016 tercatat 1,74 persen, dan terendah sejak 2011. Tingkat inflasi dari tahun ke tahun (Juli 2016 terhadap Juli 2015) sebesar 2,79 persen. Angka itu terendah sejak Desember 2009. Sementara komponen inti mengalami inflasi 0,36 persen, dan tertinggi pada 2016. Kemudian tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun 3,32 persen, dan terendah sejak 2009.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo menuturkan, dari 82 kota yang masuk survei, sebanyak 49 kota mengalami deflasi, dan 33 kota inflasi. Adapun deflasi tertinggi tercatat di Kupang sebesar 0,87 persen. Sedangkan terendah di Cilegon sekitar 0,01 persen.

"Deflasi Agustus terendah sejak Agustus 2001 selama 15 tahun. Pada 2001, deflasi 0,21 persen," kata Sasmito, Kamis (1/9/2016).

Adapun inflasi tertinggi terjadi di Manokwari dan Sorong mencapai 1,27 persen. Sasmito mengatakan, kenaikan inflasi itu terjadi lantaran isu kenaikan harga rokok mempengaruhi harga rokok di Manokwari dan Sorong. Sedangkan inflasi terendah di Jakarta dan Kendari masing-masing 0,01 persen.

"Deflasi 0,02 persen berasal dari bahan makanan deflasi 0,68 persen sesudah Idul Fitri. Transportasi, komunikasi dan jasa keuangan 1,02 persen. Tarif angkutan udara turun dan pulsa," jelas Sasmito.

Sebelumnya, usai perayaan Lebaran Idul Fitri, harga kebutuhan pokok di Agustus relatif terkendali. Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Damhuri Nasution meramal inflasi bulan kedelapan ini masih jinak dengan perkiraan 0,06 persen.

"Prediksi inflasi Agustus 0,06 persen secara bulanan (MoM) dan 2,8 persen secara tahunan (YoY). Inflasi bulan lalu terjaga karena harga kebutuhan pokok daging telur ayam, cabai, bawang, dan lainnya relatif stabil," kata Damhuri saat dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis 1 September 2016.

Terjaganya harga sembako dan bahan pangan ini, diperkirakan Damhuri diiringi dengan penurunan harga barang dan jasa yang kembali ke harga normal setelah melewati Hari Raya Idul Fitri di Juli lalu.

Tekanan inflasi, lanjutnya, hanya datang dari kelompok biaya pendidikan di periode Juli sampai September. Namun karena kontribusi inflasi dari pengeluaran ini relatif kecil terhadap inflasi secara umum, maka dampaknya tidak signifikan ke laju inflasi.

"Sumbangan kelompok pengeluaran pendidikan relatif kecil dari inflasi umum hanya 8,5 persen. Jadi tidak signifikan dampaknya," tutur Damhuri. (Fik/Ahm)

Â