Liputan6.com, Jakarta - Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak Wajib Pajak (WP) Besar mengakui bahwa Wajib Pajak (WP) besar juga mengalami kesulitan mendapatkan uang untuk membayar tebusan program pengampunan pajak (tax amnesty). Inilah alasan masih sedikitnya WP besar yang melaporkan Surat Pernyataan Harta (SPH).
Kepala Kanwil Ditjen Pajak Besar, Mekar Satria Utama mencatat hingga hari ini, baru 55 Surat Pernyataan Harta (SPH) yang masuk dengan uang tebusan Rp 878 miliar. Padahal total WP besar yang ditangani Kanwil ini mencapai 2.000 WP, baik Orang Pribadi maupun Badan Usaha.
Total harta dari deklarasi maupun repatriasi WP besar yang masuk ke Kanwil ini mencapai Rp 40 triliun sampai dengan saat ini. Rinciannya, repatriasi atau pengalihan harta dari luar negeri Rp 5,8 triliun, sedangkan sisanya berasal dari deklarasi.
Advertisement
"Tapi dari 2.000 WP besar, baru sedikit yang ikut tax amnesty, yaitu 55 WP yang sudah menyampaikan SPH dan membayar uang tebusan Rp 878 miliar. Dari 55 SPH, yang sudah menjadi Surat Keterangan (diampuni), 38 WP," ucap Mekar di kantornya, Jakarta, Minggu (4/9/2016).
Baca Juga
Menurut Mekar, WP besar masih menunda ikut tax amnesty karena alasan saking banyaknya jumlah harta yang harus dilaporkan termasuk jumlah pembayaran uang tebusan. Sebab banyak pertanyaan datang mengenai penentuan harga wajar, aturan baru terkait perusahaan dengan tujuan tertentu atau Special Vehicle Purpose (SPV), dan lainnya.
Bahkan katanya, pengusaha maupun perusahaan besar kesulitan juga untuk membayar uang tebusan yang nilainya cukup fantastis, puluhan sampai ratusan miliar rupiah. Sambung Mekar, mereka tidak memegang uang tunai dalam jumlah besar, sementara syarat mendapatkan pengampunan pajak, uang tebusan harus dibayar tunai.
"Jumlah pembayaran misalnya kan puluhan sampai ratusan miliar, jarang ada yang pegang cash sebanyak itu. Jadi mereka harus melakukan penyesuaian dulu, bahkan ada yang harus menjual beberapa lembar sahamnya supaya dapat uang tunai," papar Mekar.
Mekanisme semacam itu, diakuinya, membutuhkan waktu cukup lama, mengingat jika menjualnya berturut-turut, saham perusahaan akan langsung anjlok. "Jadi bertahap tapi yang jelas mereka harus menghitung dulu kan banyak yang dilaporin," cetus Mekar.
Namun demikian, Mekar menegaskan, bahwa WP sebetulnya tidak mempermasalahkan dengan perbedaan tarif uang tebusan setiap periodenya. Hanya saja, konsolidasi perlu dilakukan agar tidak ada harta maupun aset yang tertinggal untuk dilaporkan di tax amnesty.
"Perbedaan tarif tidak begitu besar, selisihnya cuma sekian persen dan itu tidak masalah. Yang penting bagi WP adalah menyelesaikannya sesuai ketentuan umum dan selesai dalam satu kali pelaporan," pungkas dia. (Fik/Gdn)