Sukses

Sri Mulyani Buka Pintu Asing Garap Studi Kelayakan Kilang Bontang

Pemerintah memperkenankan lembaga internasional membuat penyiapan proyek dan atau pendampingan transaksi.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menerbitkan aturan pelaksanaan yang membuka kesempatan bagi asing untuk mengerjakan studi kelayakan (feasibility study/FS) pada proyek pembangunan kilang minyak di Bontang, Kalimantan Timur (Kaltim). Proyek tersebut dijalankan dengan skema kerjasama pemerintah dan swasta (Public Privat Partnership/PPP).

Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 129/PMK.08/2016 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas Dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

"PMK 129 Tahun 2016 ini untuk mendukung proyek pembangunan kilang minyak di Bontang yang direncanakan dengan skema PPP," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (PPR) Kemenkeu, Robert Pakpahan di Jakarta, seperti ditulis Rabu (7/9/2016).

Pemerintah, sambungnya, ingin mendukung percepatan pembangunan kilang minyak di dalam negeri, termasuk melalui skema PPP berupa penjaminan Viability Gap Funding (VGF), availibilty payment.

Dijelaskan Robert, pemerintah memperkenankan lembaga internasional membuat penyiapan proyek dan atau pendampingan transaksi. Untuk membantu PT Pertamina (Persero) yang ditugaskan sebagai PJPK dalam membangun kilang minyak dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

"Proyek kilang minyak kan kompleks, membuat studi kelayakan kilang minyak tidak banyak, jadi disepakati lembaga internasional bisa bantu membuat persiapan pembangunan proyek. Buat FS, lalu hasilnya bisa ditenderkan dengan skema PPP. Jadi bukan di pembangunan kilangnya," terang Robert.

Dengan PMK 129 Tahun 2016, pelaksanaan fasilitas dapat dibantu oleh lembaga internasional yang bekerjasama dengan pemerintah melalui mekanisme penggantian biaya. Dalam mekanisme ini, PJPK membayarkan terlebih dahulu biaya pelaksanaan fasilitas kepada lembaga internasional dan selanjutnya PJKP mendapatkan penggantian biaya dari dana Penyiapan Proyek yang bersumber dari APBN. (Fik/Gdn)