Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan belum bisa angkat bicara mengenai kandidat yang akan menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ia juga tak banyak berkomentar banyak kabar yang beredar bahwa Arcandra Tahar akan kembali menduduki jabatan Menteri ESDM setelah Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang menetapkan Arcandra sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
"Tidak pernah saya singgung, Tidak tahu saya. Coba tanya Presiden," kata Luhut, usai menghadiri Forum Ketahanan Energi Nasional, di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (8/9/2016).
Saat ditanyakan tanggapan Luhut jika Arcandra diangkat kembali sebagai Menteri ESDM, Luhut tidak ingin berandai. Luhut hanya memuji kinerja Candra selama 20 hari menjadi Menteri ESDM. "Saya tidak ingin berandai-andai. Dia bagus dan belum pernah kehilangan WNI," ucap Luhut.
Advertisement
Baca Juga
Pujian Luhut kepada Arcandra Tahar bukan kali ini saja, saat rapat dengan Komisi VII DPR beberapa waktu lalu Luhut juga melakukannya. Luhut mengatakan meski baru 20 hari menjabat sebagai Menteri ESDM menggantikan Sudirman Said. Tetapi, sepak terjang Arcandra Tahar cukup signifikan, membawa perubahan dan efisiensi pada sektor minyak dan gas (migas).
"Selama 20 hari sodara Arcandra menjabat, banyak juga ide yang dilahirkan beliau," kata Luhut, saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (1/9/2016).
Luhut menuturkan, Arcandra juga melakukan pemotongan biaya investasi pengembangan blok migas Masela, dari yang diperkirakan Inpex Corporation sebesar US$ 20 miliar menjadi US$ 15 miliar di tangan Arcandra.
Berikutnya adalah percepatan proses alih kelola Blok Mahakam, dari tangan PT Total Indonesia E&P ke PT Pertamina (Persero) yang melakukan pengembangan 19 sumur terlebih dahulu dengan investasi US$ 1,5 miliar. Juga Pengembangan sumber migas laut dalam (Indonesian Deep water Development/IDD).
Untuk menarik investor dalam mencari kandungan migas di Indonesia, Arcandra Tahar juga memikirkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010, tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan (cost recovery) dan pajak penghasilan di sektor hulu migas sudah masuk tahap finalisasi.
Menurut Luhut, Peraturan tersebut perlu diubah karena semua kegiatan hulu migas disamakan, padahal kenyataannya sangat berbeda dan memiliki risiko yang beragam.
"Itu dulu kita membuat uniform sama peraturannya untuk ladang sulit, mudah. Sekarang ladang mudah sudah habis, dan sekarang tinggal ladang sulit," ujar Luhut. (Pew/Gdn)